Telset.id – Bayangkan jika limbah rumah tangga atau air kotor bisa diubah menjadi sumber energi bersih. Itulah yang mungkin terjadi berkat penemuan terbaru tentang bakteri penghasil listrik. Penelitian mutakhir dari Rice University mengungkap bagaimana mikroorganisme ini “bernapas” dengan cara yang sama sekali berbeda dari makhluk hidup lainnya—dengan melepaskan elektron ke lingkungan sekitarnya.
Tim yang dipimpin oleh Caroline Ajo-Franklin, profesor biosains di Rice University, berhasil memecahkan misteri bagaimana bakteri tertentu bertahan hidup tanpa oksigen dengan mengandalkan proses elektrokimia. “Ini seperti menemukan bahasa rahasia yang digunakan bakteri selama miliaran tahun,” ujar Ajo-Franklin dalam pernyataannya. Temuan ini dipublikasikan dalam jurnal Cell dan bisa menjadi kunci untuk teknologi energi terbarukan yang lebih efisien.
Bagaimana Bakteri “Bernapas” Tanpa Oksigen?
Sebagian besar makhluk hidup, termasuk manusia, bergantung pada oksigen untuk menghasilkan energi. Namun, bakteri—yang telah ada jauh sebelum oksigen melimpah di Bumi—mengembangkan cara lain untuk bertahan. Di lingkungan ekstrem seperti dasar laut atau usus manusia, beberapa bakteri menggunakan senyawa bernama naphthoquinones sebagai “kurir” elektron. Proses ini disebut extracellular electron transfer (EET) dan mirip dengan cara baterai melepaskan arus listrik.
Biki Bapi Kundu, peneliti utama dalam studi ini, menjelaskan: “Naphthoquinones mengambil elektron dari dalam sel bakteri dan membawanya ke permukaan. Ini seperti sistem pengiriman paket molekuler yang memungkinkan bakteri tetap hidup meski tanpa oksigen.” Simulasi komputer menunjukkan bahwa bakteri bisa tumbuh subur di permukaan konduktif dengan melepaskan elektron—sebuah temuan yang kemudian dikonfirmasi melalui eksperimen laboratorium.
Baca Juga:
Dampak Revolusioner untuk Teknologi Hijau
Penemuan ini bukan sekadar pengetahuan akademis. Ajo-Franklin menegaskan bahwa mekanisme EET bisa dimanfaatkan untuk:
- Pengolahan limbah: Bakteri penghasil listrik dapat menetralkan polutan sekaligus menghasilkan energi.
- Bioproduksi: Industri bisa lebih efisien dengan memanfaatkan metabolisme bakteri.
- Penyerapan karbon dioksida: Bakteri mungkin menjadi “pabrik” alami untuk mengubah CO2 menjadi senyawa berguna.
China bahkan telah mengembangkan baterai berbasis bakteri dengan efisiensi 99%, menunjukkan potensi komersial dari teknologi ini. Sementara itu, inovasi lain seperti panel surya transparan dan proyek AI ramah lingkungan turut memperkaya lanskap energi bersih.
Namun, tantangan tetap ada. “Kami masih perlu memahami sepenuhnya bagaimana mengoptimalkan proses ini di skala industri,” tambah Kundu. Meski demikian, temuan ini membuka pintu bagi era baru di mana bakteri tidak lagi dianggap sebagai ancaman, melainkan mitra dalam menciptakan masa depan yang berkelanjutan.