Polemik Kartu Prakerja
Ruangguru perusahaan yang bergerak dibidang edutech sebanrnya sudah cukup dikenal di Indonesia. Namanya berkibar sebagai perusahaan teknologi berbasis Pendidikan terbesar di Indonesia dengan basis pengguna mencapai 15 juta pengguna.
Namun nama Ruangguru belakangan mencuat menjadi bahan pergunjingan bukan karena prestasinya itu. Startup ini menjadi sorotan karena menjadi salah satu platform yang ditunjuk pemerintah sebagai mitra program Kartu Prakerja.
Masuknya Ruangguru sebagai mitra program Kartu Prakerja dipersoalkan karena pendiri sekaligus direktur utamanya adalah Adamas Belva Syah Devara, yang saat itu masih menjabat sebagai salah satu staf khusus milenial Presiden Jokowi. Sehingga ada aroma konflik kepentingan.
Program Kartu Prakerja sendiri adalah program subsidi dari pemerintah untuk kalangan pencari kerja maupun korban PHK. Setiap pemilik Kartu Prakerja akan mendapatkan total manfaat dana senilai Rp 3,55 juta.
Program ini akan menyasar sekitar 5,6 juta penerima. Itu artinya, total dana yang akan digelontorkan pemerintah melalui subsidi Kartu Prakerja mencapai Rp 20 triliun.
Dari jumlah yang diterima oleh setiap pemegang Kartu Prakerja, sebanyak Rp 1 juta atau totalnya senilai Rp 5,6 triliun mengalir dalam bentuk subsidi pelatihan melalui “kursus online” lewat 8 mitra penyedia platform digital yang sudah ditunjuk pemerintah.
Kedelapan platform digital itu adalah Tokopedia, Bukalapak, Skill Academy by Ruangguru, Kemnaker, Pintaria, Pijar, Sekolah.mu dan MauBelajarApa.
Polemik muncul karena banyak pihak yang menilai proses pelatihan online lewat 8 mitra platform digital Kartu Prakerja itu dinilai sebagai “subsidi terselubung” bagi startup edutech tersebut.
Program pelatihan online yang ditawarkan oleh platform mitra Kartu Prakerja menuai kontroversi dan menjadi sorotan publik. Dari segi harganya yang kelewat mahal, hingga materi yang kurang relevan. Polemik ini kian memanas karena program pelatihan yang ditawarkan pelatihan online Kartu Prakerja disandingkan dengan pelatihan gratis di platform lain.
Sorotan paling tajam ditujukan pada penggunaan anggaran yang mencapai Rp 5,6 triliun, yang dianggap tidak efisien. Pasalnya, besaran anggaran tidak sesuai dengan kualitas pelatihan yang diberikan secara online oleh para mitra Kartu Prakerja. Tidak heran masalah anggaran ini menjadi sorotan, karena sebenarnya model pelatihan online serupa yang ditawarkan banyak lembaga individu diberikan secara gratis di YouTube.
Dana yang dialokasikan oleh pemerintah sebesar Rp 20 triliun untuk program Kartu Pra Kerja itu kelihatannya cukup besar. Tetapi uang sebesar itu sebenarnya dibagi-bagi untuk 5,6 juta peserta di seluruh Indonesia, yang berarti Rp 3,55 juta per orang selama empat bulan.
Uang Rp 3,55 juta itu juga tidak diberikan dalam bentuk utuh ke penerima, karena akan dibagi-bagi lagi, dengan rincian Rp 1 juta untuk membeli paket-paket program pelatihan di platform digital mitra Kartu Pra Kerja, Rp 600 ribu per bulan selama empat bulan sebagai insentif, dan biaya survei Rp 50 ribu sebanyak tiga kali.
Jika melihat skema pembagiannya, maka uang insentif Rp 1 juta milik peserta harus dibelanjakan untuk membeli program pelatihan kerja secara online di 8 platform kursus online. Itu artinya, ada Rp 5,6 triliun yang akan mengalir ke 8 perusahaan penyedia jasa pelatihan online yang menjadi mitra Kartu Prakerja.
Hitungan kasarnya, kalau ada 8 platform yang ditunjuk untuk menyediakan jasa pelatihan itu, berarti masing-masing perusahaan aplikator itu bakal menerima uang sebesar Rp 700 miliar. Menariknya, penunjukan 8 perusahaan sebagai mitra Kartu Prakerja ini tidak melalui proses lelang tender. [HBS]