Telset.id, Jakarta – Sebuah riset yang dilakukan National Toxicology Program (NTP) selama lebih dari 10 tahun mengungkapkan bahwa frekuensi radio 2G dan 3G memicu atau memiliki kaitan erat dengan kanker pada tikus jantan. Namun demikian, penelitian lembaga di Amerika Serikat (AS) ini belum dilakukan terhadap manusia, sehingga dampak paparan frekuensi tersebut belum bisa diketahui.
Hasil penelitian NTP senilai US$ 30 juta atau setara Rp451 miliar ini menemukan bahwa radiasi frekuensi radio (RFR) yang serupa dengan frekuensi ponsel 2G dan 3G memiliki kaitan dengan kanker jantung, tumor otak dan kelenjar adrenal pada tikus jantan. Tetapi riset ini belum bisa menjelaskan apakah tumor yang diamati pada tikus betina, serta anak tikus jantan dan betina, terkait dengan paparan radiasi.
“Kami percaya bahwa hubungan antara radiasi frekuensi radio dan tumor pada tikus jantan adalah nyata. Para ahli eksternal juga setuju dengan temuan ini,” kata Ilmuwan Senior NTP John Bucher, seperti dilansir CNET, Jumat (2/11/2018).
Penelitian ini menguji radiasi yang mirip dengan frekuensi ponsel 2G dan 3G karena menjadi standar pada saat studi dirancang 10 tahun lalu. Hingga kini jaringan 2G dan 3G masih digunakan untuk telepon dan SMS. Sayangnya studi ini tidak mencakup RFR yang digunakan di jaringan WiFi atau 5G.
“5G adalah teknologi baru yang belum benar-benar ditentukan. Dari apa yang kami pahami saat ini, teknologi itu mungkin berbeda dari apa yang kami pelajari,” kata Ketua Ahli Toksikologi NTP, Michael Wyde.
Bucher mengatakan studi ini bisa menjadi langkah penting untuk memahami dampak RFR pada manusia. Tetapi eksposur pada penelitian dinilai tidak dapat secara langsung dibandingkan dengan apa yang dialami manusia.
Alasannya, tikus dan anak tikus dalam penelitian itu terpapar radiasi di seluruh tubuh mereka. Sementara, manusia biasanya terkena radiasi di dekat tempat mereka menyimpan ponsel seperti saku baju dan kantung celana.
NTP mengatakan tingkat paparan dan panjangnya juga menjadi bahan penelitian riset ini. Tingkat paparan terendah sama dengan paparan maksimum yang diizinkan untuk pengguna ponsel, yang jarang terjadi ketika menggunakan ponsel setiap hari.
Tingkat paparan tertinggi yang digunakan dalam penelitian ini rupanya empat kali lebih besar dari tingkat daya maksimum yang diizinkan. Dalam penelitian, lanjut NTP, tikus-tikus itu terkena RFR mulai dari dalam rahim.
Anak tikus mulai terpapar RFR pada usia 5 atau 6 minggu. Hewan-hewan itu terpapar selama dua tahun, selama sekitar sembilan jam sehari (selang-seling, 10 menit paparan dan 10 menit istirahat).
Tingkat RFR dalam riset ini berkisar dari 1,5-6 watt per kilogram pada tikus dan 2,5-10 watt per kilogram pada anak tikus.
Hasil penelitian ini akan diberikan ke Badan Pengawasan Obat dan Makanan dan Komisi Komunikasi Federal AS. Kemudian informasi tersebut akan ditinjau sebagai bagian dari pemantauan penelitiannya tentang efek potensial RFR. [WS/IF]