Telset.id, Jakarta – Krisis virus corona telah menghilangkan duit jutaan dollar para miliarder di dunia. Namun, tidak demikian dengan Eric Yuan. Berkat aplikasi Zoom yang dibuatnya, ia meraup USD 4 miliar atau sekira Rp 66,68 triliun hanya dalam tiga bulan.
Eric Yuan adalah pendiri Zoom, aplikasi konferensi video. Menurut laporan Business Insider, jauh sebelum terjadi krisis virus corona, harga saham Zoom pun sudah tumbuh secara eksponensial.
Sekarang, harta Eric Yuan telah menyentuh angka USD 7,5 miliar atau lebih kurang Rp 125 triliun. Yuan memang menolak mengomentari kekayaan bersih, karier, atau kehidupan pribadinya ketika diwawancarai oleh Business Insider.
Maklum, seperti dikutip Telset.id, Jumat (3/4/2020), ia sibuk bekerja 18 jam sehari di Zoom. Kendati begitu, ia bersedia berbagi sedikit pengalamannya.
Yuan lahir di provinsi Shandong , China. Dilansir The Financial Times dan Forbes, orangtua Yuan adalah insinyur pertambangan. Dia memiliki gelar sarjana matematika terapan dan master dalam bidang teknik. Ia menghabiskan empat tahun bekerja di Jepang setelah lulus dari bangku kuliah.
Yuan kemudian memutuskan untuk pindah ke Silicon Valley, California, Amerika Serikat. Ia bekerja di startup atau perusahaan internet setelah mendengarkan pidato Bill Gates tentang gelombang dot-com.
Namun niatnya untuk mengadu nasib di Negeri Paman Sam tidak semudah perkiraan. permohonan Visa yang diajukannya selalu ditolak kantor imigrasi Amerika Serikat. Tak cuma sekali, 8 kali permohonan Visa yang diajukannya mendapat penolakan.
{Baca juga: Berkat WFH, Aplikasi Zoom Kini Punya Ratusan Juta Pengguna}
Pada saat itu, Yuan berusia 27. Lantaran masih muda, sikap emosional masih tinggi, sehingga ia sempat naik pitam, berselisih dengan pejabat imigrasi yang berkali-kali menolak permohonan visanya.
Mimpinya untuk dapat bekerja di AS akhirnya baru terwujud di tahun 1997, setelah Visa izin tinggal yang diajukannya diterima pihak imigrasi, dan ia diizinkan masuk ke Negara Adikuasa itu.
Yuan baru bisa berbahasa Inggris sekecap-dua kecap saat kali pertama menginjakkan kaki di AS. Ia pun memilih untuk tidak banyak berbicara. Yuan bekerja untuk perusahaan konferensi video bernama WebEx yang diakuisisi kemudian oleh Cisco pada 2007.
Hampir semua waktunya dihabiskan untuk fokus bekerja. “Setiap hari, saya sangat sibuk menulis kode,” kata Yuan, seperti dilaporkan CNBC. Bermain pick-up soccer adalah satu-satunya hobi Yuan kala itu.
Kerja kerasnya akhirnya membuahkan hasil, karirnya cepat melesat. Dia berhasil menduduki jabatan sebagai wakil presiden di perusahaan telekomunikasi Cisco Systems.
Pacaran LDR
Saat masih tinggal di China, Yuan dan pacarnya kuliah di dua perguruan tinggi berbeda. Hari-hari mereka selalu dinaungi rasa rindu. Tapi, cinta mereka dipisahkan oleh perjalanan kereta selama 10 jam. Yuan dan sang pacar hanya bisa bertemu dua tahun sekali untuk sekadar melepas rindu.
“Saya masih muda saat itu. Usianya antara 18 tahun atau 19 tahun. Ketika menjalani pacaran jarak jauh, saya berpikir sepertinya bakal fantastis jika pada masa depan ada perangkat yang bisa mempertemukan orang-orang dari lokasi berbeda cukup dengan mengklik tombol,” terangnya.
Pengalaman tersebut memberi Yuan gagasan untuk memasukkan video ke dalam sistem konferensi berbasis telepon seperti Cisco. Dilansir Bloomberg, Yuan juga ingin membuat sistem konferensi yang lebih ramah pengguna dan menyenangkan untuk digunakan. Dia mencoba menggali ide-ide.
Yuan mencoba menyematkan sistem konferensi video baru dan ramah smartphone dan ia menawarkan idenya itu ke Cisco pada 2011. Sayangnya, bosnya merasa tidak cocok dengan Yuan, dan akhirnya usulannya ditolak.
{Baca juga: Waspada! Hacker Bisa “Kepoin” Aktivitas Pengguna Aplikasi Zoom}
Saat itu ia cukup kecewa karena idenya ditolak, padahal ia sangat yakin idenya bagus untuk dikembangkan. Daripada menjalani aktivitas pekerjaan yang tidak kondusif, setelah melakukan pertimbangan, Yuan akhirnya memutuskan angkat kaki dari Cisco.
“Cisco lebih fokus kepada jejaring sosial, mencoba membuat perusahaan seperti Facebook,” kata Yuan kepada Forbes. “Namun, Cisco membuat kesalahan. Tiga tahun setelah saya pergi, Cisco menyadari kesalahan tersebut. Mereka sadar bahwa apa yang saya katakan adalah benar,” katanya mengisahkan.
Halaman selanjutnya >