Telset.id, Jakarta – Insinyur dari Köln International School of Design, Jerman, menciptakan “joystick” berbasis mulut yang memungkinkan orang penyandang disabilitas untuk dapat main game dan juga bekerja. Seperti apa alat tersebut?
Teknologi remote hands-free bisa menjadi kemajuan nyata bagi beberapa orang yang hidup dengan keterbatasan fisik. Insinyur Dorothee Clasen membuat “joystick” berbasis mulut sebagai bagian dari tesis master.
Alat itu memiliki toggle kecil yang dapat dikontrol menggunakan lidah melalui sensor magnetik yang sangat sensitif. Dipasang untuk langit-langit dan gigi pengguna, retainer plastik terhubung ke pemancar nirkabel.
{Baca juga: Chrome Bantu Developer Bikin Situs Khusus Penderita Buta Warna}
Alat tersebut dikenakan di belakang telinga dengan satu set kabel kecil. Clasen berharap sirkuit yang melakukan perjalanan dari dalam mulut ke modul Wi-Fi akhirnya dapat dienkapsulasi menjadi corong all-in-one.
Dikutip Telset.id dari Ubergizmo, Selasa (04/08/2020), Clasen menciptakan analog dengan video game klasik “Pong,” yang disebut “Tong”. Gerakan sederhana lidah dapat memberi sinyal pemukul untuk bergerak naik turun.
Clasen menjelaskan bahwa perangkat itu memang membutuhkan latihan untuk menguasainya. Sebab, kebanyakan manusia tidak perlu mengembangkan koordinasi mata-lidah untuk kehidupan sehari-hari.
{Baca juga: Chrome Bantu Developer Bikin Situs Khusus Penderita Buta Warna}
Karena sebagian besar antarmuka elektronik dikendalikan dengan jari-jari, “joystick” mulut tersebut punya nilai yang jelas bagi mereka yang hidup dengan keterbatasan fisik tangan maupun jari, tetapi memerlukan akses.
Sebelumnya, para peneliti di Stanford University telah mengembangkan teknologi eksoskeleton yang dirancang untuk dipakai di pergelangan kaki. Tujuannya untuk membantu manusia berlari lebih baik.
{Baca juga: [VIDEO] Peneliti Ciptakan Eksoskeleton Mirip Film Elysium}
Teknologi ini perangkat serupa yang digunakan oleh karakter Max yang diperankan Matt Damon di film Elysium.
Berdasarkan tes, para peneliti menemukan bahwa perangkat ciptaan para peneliti sebenarnya meningkatkan kecepatan pelari sebanyak 10 persen. Mereka juga mencatat bahwa jumlah itu berpotensi bakal meningkat setelah terbiasa. (SN/MF)