Telset.id, Jakarta – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa Facebook berkontribusi terhadap penyebaran ujaran kebencian dan kekerasan etnis yang terjadi di Myanmar.
Peringatan ini menjadi coreng hitam untuk media sosial milik Mark Zuckerberg itu, pada saat reputasi industri teknologi sebagai mesin penggerak informasi palsu menuai banyak kritik.
Pakar hak asasi manusia PBB, Marzuki Darusman menyatakan bahwa platform Facebook digunakan oleh golongan ultra nasionalis Buddha untuk memicu kekerasan dan kebencian terhadap Rohingya dan etnis minoritas lainnya. Dia telah menyelidiki kasus genosida di negara bagian Rakhine, Myanmar.
Aksi keras keamanan di negara itu pada musim panas lalu menyebabkan sekitar 650.000 Muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Sejak itu telah terjadi banyak laporan kekerasan terhadap para pengungsi, dan PBB telah memimpin misi pencarian fakta di negara tersebut.
Menurut Marzuki, Facebook telah secara substansial berkontribusi pada tingkat kesengsaraan dan pertikaian dan konflik di dalam ranah publik.
[Baca juga: Redam Bentrokan, Sri Lanka Blokir Facebook dan WhatsApp]
“Pidato yang membenci tentu saja merupakan bagian dari itu. Sejauh menyangkut situasi Myanmar, media sosial adalah Facebook, dan Facebook adalah media sosial,” ujar Marzuki seperti dilansir halaman techruch.com, Selasa (13/3)
Di Myanmar, Biksu Buddha ultranasionalis Ashin Wirathu yang membuat pidato kebencian terhadap Rohingya, mampu menarik banyak pengikut di media sosial. Dia menggunakan Facebook untuk menyebarkan pesan-pesan yang memecah-belah dan membenci.
Penyelidik PBB Yanghee Lee menggambarkan Facebook sebagai bagian besar kehidupan publik, sipil dan swasta di Myanmar. Lee mencatat bahwa aplikasi ini digunakan untuk menyebarkan informasi kepada publik.
Namun dia juga menandai bahwa platform tersebut dimanfaatkan elemen ultra-nasionalis untuk menyebarkan kebencian terhadap kaum minoritas.
Dalam kasus Wirathu, Facebook terkadang menghapus atau membatasi halamannya – namun tampaknya tidak cukup berhasil.
“Semuanya dilakukan melalui Facebook di Myanmar. Ini digunakan untuk menyampaikan pesan publik, tapi kami tahu bahwa umat Buddha ultra-nasionalis memiliki Facebook sendiri dan benar-benar menghasut banyak kekerasan dan banyak kebencian terhadap Rohingya atau etnis minoritas lainnya,” kata Lee.
“Saya khawatir Facebook sekarang berubah menjadi binatang buas, dan bukan seperti semula,” tambahnya.
[Baca juga: Banyak Akun Palsu Facebook di Indonesia]
Pengguna Facebook di Myanmar diperkirakan berjumlah lebih dari 30 juta. Tahun lalu Reporter New York Times Paul Moyer juga memperingatkan bahwa saluran Facebook pemerintah telah digunakan untuk menyebarkan propaganda anti-Rohingya.
Ini menyiratkan bahwa platform tersebut juga telah disesuaikan sebagai alat kontrol warga negara oleh negara yang menyebarkan propaganda mereka sendiri. [WS/HBS]