Bayangkan bekerja selama bertahun-tahun di perusahaan ternama, tiba-tiba kabar PHK massal menghampiri. Itulah realitas yang dihadapi 10.000 karyawan Panasonic di seluruh dunia. Dalam hitungan bulan, mereka harus mencari pekerjaan baru—sebuah keputusan yang disebut perusahaan sebagai “restrukturisasi strategis”. Tapi benarkah ini sekadar efisiensi, atau pertanda krisis yang lebih dalam?
Panasonic, raksasa elektronik asal Jepang yang pernah mendominasi pasar global, kini menghadapi tantangan berat. Pertumbuhan pasar kendaraan listrik (EV) yang melambat dan penurunan profit di sektor AC menjadi dua pemicu utama keputusan drastis ini. Padahal, perusahaan ini adalah salah satu pemasok utama baterai untuk Tesla—salah satu merek EV paling berpengaruh di dunia.
Langkah Panasonic ini bukan yang pertama di industri teknologi. Beberapa bulan lalu, Intel juga mengumumkan PHK 20% karyawannya, sementara Automattic melakukan hal serupa dengan memangkas 16% tenaga kerja. Apakah ini menjadi tren baru di dunia korporasi?
Dampak Global dan Strategi Bertahan
Dari total 10.000 karyawan yang akan di-PHK, separuhnya berasal dari Jepang dan separuhnya lagi tersebar di berbagai negara. Panasonic memperkirakan biaya restrukturisasi ini mencapai 130 miliar yen (sekitar $900 juta). Angka yang fantastis, tapi perusahaan mengklaim ini investasi jangka panjang untuk mencapai target laba operasional 600 miliar yen ($4 miliar) pada tahun 2027.
“Kami akan mengevaluasi ulang efisiensi operasional di setiap grup perusahaan, terutama di departemen penjualan dan non-produksi,” bunyi pernyataan resmi Panasonic. Artinya, posisi-posisi yang dianggap tidak langsung berkontribusi pada produksi akan menjadi sasaran utama.
Baca Juga:
Masa Depan Bisnis Konsumen Panasonic
Yang menarik, Panasonic secara terbuka menyatakan kesediaannya untuk meninggalkan sektor TV jika kinerjanya terus mengecewakan. Padahal, baru tahun lalu mereka kembali ke pasar AS setelah absen selama satu dekade. Ini menunjukkan betapa kompetitifnya pasar elektronik konsumen saat ini.
Di tengah gejolak ini, aplikasi seperti GAWE mungkin menjadi solusi bagi para karyawan yang terkena PHK untuk mencari pekerjaan sambilan sambil menunggu peluang tetap. Namun tentu saja, ini bukan solusi jangka panjang bagi tenaga kerja profesional.
Pertanyaan besarnya: apakah langkah Panasonic ini akan menjadi contoh bagi perusahaan teknologi lain? Atau justru menjadi peringatan bahwa bahkan raksasa sekalipun bisa terjungkal jika tak beradaptasi dengan perubahan pasar? Hanya waktu yang bisa menjawab.