Telset.id – Pakar komunikasi Dr. Azwar dari UPNVJ menyambut positif terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Tunas oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) sebagai langkah preventif melindungi anak Indonesia dari dampak negatif media digital, termasuk media sosial dan game online.
Azwar menegaskan bahwa penetapan regulasi ini merupakan usaha penting pemerintah dalam menjalankan tanggung jawab moral media untuk melindungi publik, khususnya kelompok rentan seperti anak-anak. “Langkah preventif melindungi anak-anak dengan menerbitkan aturan regulasi saya rasa ini sangat penting untuk menjaga anak-anak Indonesia dari dampak negatif media digital seperti media sosial dan game online,” ujarnya kepada ANTARA, Rabu (26/11/2025).
Implementasi PP Tunas membutuhkan kolaborasi multipihak agar tidak sekadar menjadi aturan di atas kertas. Menurut Azwar, sinergi antara orang tua, industri media, lembaga pendidikan, dan lingkungan masyarakat menjadi kunci keberhasilan penerapan regulasi perlindungan anak di ruang digital ini.
Kolaborasi Multipihak untuk Implementasi Efektif
Azwar menjelaskan bahwa pemerintah pusat telah mengambil langkah tepat dengan menyusun PP Tunas, sementara pemerintah daerah perlu menyiapkan aturan turunan untuk memastikan implementasi yang menyeluruh. “Pemerintah pusat sudah tepat dengan membuat regulasi ini, tinggal nanti pemerintah daerah membuat aturan turunannya,” jelasnya.
Partisipasi aktif dari berbagai pemangku kepentingan juga dinilai crucial. Lembaga pendidikan diharapkan memperkuat pendidikan critical thinking bagi peserta didik, sementara organisasi masyarakat dan industri media perlu bersama-sama melaksanakan program literasi digital. Pendekatan komprehensif ini sejalan dengan upaya Kemkominfo yang menempatkan PP Tunas sebagai bagian dari literasi digital penggunaan media sosial oleh anak.
Baca Juga:
Literasi Digital sebagai Budaya Baru
Azwar menekankan pentingnya menempatkan literasi digital sebagai budaya yang kuat dalam masyarakat. Menurutnya, ruang digital memiliki pengaruh signifikan terhadap tumbuh kembang anak, sehingga perlu diimbangi dengan pemahaman digital yang memadai. “Melindungi anak dari dampak negatif digital juga perlu menempatkan literasi digital sebagai budaya yang kuat,” tegasnya.
Pembentukan budaya literasi digital ini tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah, tetapi memerlukan peran aktif masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang mendukung. Regulasi pembatasan media sosial dan dampak buruk game online dapat dipandang sebagai upaya negara mengatur ekologi media yang memengaruhi cara berpikir, berperilaku, dan bersosialisasi anak.
Upaya penguatan literasi digital ini selaras dengan program pemerintah dalam mempercepat konektivitas digital untuk pendidikan, yang menjadi fondasi penting dalam membangun ekosistem digital yang sehat bagi generasi muda.
PP Tunas juga diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih komprehensif dalam menangkal persoalan misinformasi sekaligus memberikan hukuman bagi pelaku disinformasi. Regulasi ini menjadi bagian dari upaya sistematis dalam membangun lingkungan digital yang aman dan bertanggung jawab.
Peran pendidik juga menjadi faktor krusial dalam implementasi perlindungan anak di dunia digital. Seperti diungkapkan dalam artikel terkait, guru memegang peran penting dalam mencegah dampak negatif game online pada anak, yang sejalan dengan semangat PP Tunas dalam menciptakan lingkungan digital yang protektif.
Dengan pendekatan holistik yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, PP Tunas diharapkan dapat menjadi landasan kuat dalam melindungi anak Indonesia dari berbagai risiko dan dampak negatif perkembangan teknologi digital, sekaligus memastikan pemanfaatan ruang digital yang optimal untuk tumbuh kembang generasi muda.

