Telset.id – Badan Regulasi Pasar China pada Senin (15/9) menyatakan bahwa Nvidia, perusahaan semikonduktor asal Amerika Serikat, telah melanggar aturan antimonopoli di negara tersebut. Pelanggaran ini terkait dengan akuisisi Melanox Technologies, penyedia jaringan komputer, yang dilakukan Nvidia pada tahun 2020 senilai 7 miliar dolar AS atau setara Rp114,5 triliun.
Menurut laporan Bloomberg yang dikutip TechCrunch, putusan ini disampaikan setelah penyelidikan mendalam oleh otoritas China. Meski demikian, China belum mengumumkan konsekuensi spesifik yang akan dihadapi Nvidia, dan investigasi masih berlanjut.
Juru bicara Nvidia menanggapi putusan tersebut dengan menyatakan bahwa perusahaan akan mematuhi semua ketentuan yang berlaku. “Kami mematuhi hukum dalam segala hal. Kami akan terus bekerja sama dengan semua lembaga pemerintah terkait dalam mengevaluasi dampak pengendalian ekspor terhadap persaingan di pasar komersial,” ujarnya.
Keputusan ini berpotensi memengaruhi negosiasi tarif antara Amerika Serikat dan China yang sedang berlangsung di Madrid, Spanyol. Meskipun perundingan tidak secara khusus membahas industri semikonduktor, akses China ke chip Nvidia menjadi salah satu poin krusial dalam diskusi kedua negara.
Latar Belakang Regulasi dan Dampaknya
Pada Januari 2025, menjelang akhir masa jabatan Presiden Joe Biden, pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan aturan Difusi AI yang membatasi pemasaran chip AI buatan AS ke berbagai negara, dengan pembatasan lebih ketat diterapkan pada China dan negara kompetitor lainnya. Meski Departemen Perdagangan AS mencabut peraturan tersebut pada Mei 2025, masa depan ekspor chip AI ke China masih belum jelas.
Pemerintahan Presiden Donald Trump kemudian memberlakukan perjanjian lisensi untuk chip yang dikirim ke China pada April 2025. Pada Juli 2025, perusahaan-perusahaan mendapat izin untuk kembali melakukan penjualan chip ke China. Beberapa minggu setelahnya, pemerintah AS mencapai kesepakatan yang mewajibkan perusahaan penjual chip ke China memberikan 15 persen dari hasil penjualannya kepada pemerintah AS.
Namun, China telah melarang perusahaan-perusahaan di wilayahnya untuk membeli chip dari Nvidia. Laporan keuangan terbaru Nvidia menunjukkan bahwa tidak satu pun chip produksi perusahaan tersebut lolos dalam proses ekspor baru.
Baca Juga:
Implikasi bagi Pasar Teknologi Global
Pelanggaran aturan antimonopoli oleh Nvidia terjadi dalam konteks persaingan teknologi yang semakin ketat antara AS dan China. China merupakan pasar penting bagi banyak perusahaan teknologi global, termasuk Nvidia, yang selama ini mengandalkan penjualan chip AI dan komputasi kinerja tinggi ke negara tersebut.
Ketegangan perdagangan antara kedua negara telah memengaruhi berbagai sektor teknologi, tidak hanya semikonduktor. Seperti yang terjadi pada peluncuran iPhone Air di China yang ditunda karena masalah eSIM, regulasi dan kebijakan seringkali menjadi penghambat bagi perusahaan teknologi asing.
Selain itu, kebijakan AS dalam membangun pasar data pribadi untuk intelijen juga menambah kompleksitas hubungan teknologi antara kedua negara. Isu keamanan data dan privasi semakin menjadi pertimbangan dalam setiap transaksi teknologi lintas batas.
Di sisi lain, persaingan di pasar smartphone juga terus memanas dengan hadirnya perangkat-perangkat berkemampuan tinggi seperti POCO F7 yang mencapai skor AnTuTu lebih dari 2 juta, menunjukkan bahwa innovation race tidak hanya terjadi di level chipset tetapi juga di perangkat konsumen.
Keputusan China terhadap Nvidia ini dapat menjadi preseden bagi perusahaan teknologi lainnya yang beroperasi di pasar China. Kepatuhan terhadap regulasi lokal menjadi semakin krusial dalam menjaga operasi bisnis yang berkelanjutan di negara dengan pasar teknologi terbesar di dunia ini.
Dengan investigasi yang masih berlangsung, dunia teknologi internasional akan terus memantau perkembangan kasus ini dan dampaknya terhadap hubungan perdagangan teknologi antara AS dan China, serta implikasinya terhadap supply chain semikonduktor global.