Telset.id – Kota New York bersama distrik sekolah dan sistem kesehatan publiknya menggugat raksasa media sosial Meta, Snap, TikTok, dan YouTube (Google) atas tuduhan berkontribusi terhadap krisis kesehatan mental remaja melalui platform yang sengaja dirancang adiktif. Gugatan hukum ini diajukan pada 10 Juli 2025, menandai babak baru dalam serangkaian tuntutan hukum terhadap platform media sosial terkait keamanan dan dampaknya terhadap generasi muda.
Pihak penggugat dalam kasus ini terdiri dari Pemerintah Kota New York, distrik sekolah kota, dan NYC Health + Hospitals, sistem rumah sakit publik terbesar di kota tersebut. Mereka menuduh perusahaan-perusahaan teknologi tersebut secara sengaja merancang platform mereka agar membuat ketagihan anak-anak dan gagal menerapkan pengamanan yang efektif untuk melindungi pengguna muda.
Dalam dokumen gugatan disebutkan bahwa perusahaan-perusahaan ini “telah menciptakan, menyebabkan, dan berkontribusi terhadap krisis kesehatan mental remaja di New York City, menyebabkan kerusakan pada kesehatan dan keselamatan publik, mengganggu penggunaan tempat umum termasuk sekolah, serta membahayakan atau melukai kesehatan, keselamatan, kenyamanan atau kesejahteraan sejumlah besar orang, termasuk remaja.”
Dampak Finansial dan Sumber Daya
Gugatan tersebut mengklaim bahwa kota, distrik sekolah, dan rumah sakit terpaksa “mengalokasikan sumber daya signifikan—dalam hal pendanaan, karyawan, dan waktu” untuk menangani “krisis kesehatan mental remaja” yang disebabkan oleh perusahaan media sosial. Alokasi sumber daya ini mencakup program kesehatan mental di sekolah, layanan konseling, dan perawatan medis terkait dampak penggunaan media sosial berlebihan.
Kasus ini bukan yang pertama bagi Meta dalam menghadapi tuntutan hukum. Sebelumnya, Meta Minta Hakim Tolak Gugatan FTC: Pertarungan Hukum yang Bisa Guncang Industri menunjukkan bagaimana perusahaan terus berhadapan dengan regulator mengenai praktik bisnisnya.
Baca Juga:
Fenomena Subway Surfing yang Mematikan
Gugatan secara khusus menyoroti maraknya postingan viral tentang “subway surfing” di New York, mencatat bahwa beberapa remaja tewas saat mencoba aksi berbahaya ini dan lebih dari 100 orang telah ditangkap. Subway surfing merujuk pada aksi nekat menaiki atap kereta subway yang sedang berjalan.
“Secara signifikan, investigasi NYPD menentukan bahwa motivasi utama para pelaku subway surfing adalah meniru video subway surfing yang mereka lihat di media sosial, dan untuk mengumpulkan ‘suka’ di media sosial,” bunyi gugatan tersebut. Tren berbahaya ini menunjukkan bagaimana konten viral dapat mendorong perilaku berisiko di kalangan remaja.
Gugatan ini mengingatkan pada Puluhan Ribu Orang Dukung Petisi Tolak Gugatan RCTI ke MK yang juga melibatkan konten media, meskipun dengan konteks dan yurisdiksi yang berbeda.
Dampak media sosial terhadap tenaga pendidik juga menjadi perhatian dalam gugatan. Dokumen tersebut mengklaim bahwa guru dan staf sekolah lainnya “mengalami trauma sekunder dan kelelahan emosional yang terkait dengan menanggapi siswa dalam krisis” akibat pengaruh media sosial.
Tanggapan Perusahaan Teknologi
Meta, Snap, dan TikTok tidak segera menanggapi permintaan komentar mengenai gugatan tersebut. Namun, Google melalui juru bicaranya José Castañeda memberikan pernyataan resmi yang menolak tuduhan tersebut.
“Tuduhan-tuduhan ini sama sekali tidak benar dan secara fundamental salah memahami YouTube,” kata Castañeda. “YouTube adalah layanan streaming tempat orang datang untuk menonton segala sesuatu dari olahraga langsung, podcast hingga kreator favorit mereka, terutama di layar TV, bukan jejaring sosial tempat orang pergi untuk bersosialisasi dengan teman.”
Dia menambahkan bahwa perusahaan “telah mengembangkan alat khusus seperti Supervised Experiences untuk kaum muda, dipandu oleh pakar keselamatan anak, yang memberikan kontrol kepada keluarga.” Pernyataan ini mencerminkan upaya perusahaan teknologi dalam menghadapi tekanan regulator, mirip dengan OpenAI Batalkan Rencana Jadi Perusahaan Profit, Elon Musk Berpengaruh? yang menunjukkan dinamika internal perusahaan teknologi.
Gugatan New York terhadap raksasa media sosial ini terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran global tentang dampak platform digital terhadap kesehatan mental remaja. Kasus ini dapat menjadi preseden penting bagi yurisdiksi lain yang mempertimbangkan tindakan hukum serupa terhadap perusahaan teknologi.
Perkembangan gugatan ini akan dipantau ketat oleh pengamat industri, regulator, dan organisasi perlindungan konsumen di seluruh dunia. Hasil dari proses hukum ini dapat mempengaruhi kebijakan konten dan desain platform media sosial secara global, serta menetapkan standar baru untuk tanggung jawab perusahaan teknologi terhadap pengguna mudanya.