Bayangkan Anda sedang dirawat di rumah sakit, tetapi dokter tidak memiliki akses ke riwayat medis Anda dari klinik sebelumnya. Atau, apotek kesulitan melacak stok obat karena sistem mereka tidak terhubung dengan rumah sakit. Ini bukan sekadar skenario hipotetis—74% organisasi kesehatan di Indonesia masih bergulat dengan masalah ini setiap hari. Interoperabilitas data, kemampuan sistem berbeda untuk berkomunikasi dan berbagi informasi, menjadi tantangan kritis di era digital ini.
Pada 9 April 2025, InterSystems—pemain global dalam teknologi data kesehatan—dan ICS Compute—ahli transformasi digital lokal—mengumumkan kemitraan strategis untuk menjawab persoalan ini. Kolaborasi ini bukan sekadar kerja sama bisnis biasa, melainkan langkah konkret untuk membangun jembatan antara pulau-pulau data yang terisolasi di ekosistem kesehatan Indonesia.
Dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 24/2022 sebagai landasan hukum, duo ini menghadirkan solusi berbasis platform InterSystems IRIS for Health™ dan Supply Chain Orchestrator. Tujuannya? Menciptakan aliran data yang lancar dari rumah sakit, klinik, apotek, hingga laboratorium—sebuah visi yang selama ini terhambat oleh ketimpangan geografis dan fragmentasi sistem.
Mengurai Benang Kusut Interoperabilitas Kesehatan
Data kesehatan di Indonesia ibarat puzzle yang tersebar di ribuan lokasi. Sistem Rekam Medis Elektronik (SimRS) yang seharusnya menjadi tulang punggung layanan modern, justru kerap terjebak dalam silo informasi. “Ini seperti memiliki telepon canggih yang hanya bisa SMS ke sesama pengguna operator tertentu,” ujar Budhi Wibawa, CEO ICS Compute, menggambarkan situasi saat ini.
ICS Compute membawa tiga solusi utama ke meja kerja sama ini:
- Clinical Data Repository: Gudang data terpusat yang mengintegrasikan informasi pasien dari berbagai sumber
- Onboarding SATUSEHAT: Proses percepatan integrasi dengan sistem nasional Kemenkes
- Dasbor Analitik FHIR: Visualisasi data standar internasional untuk pengambilan keputusan real-time
Luciano Brustia dari InterSystems menekankan, “Platform kami bukan sekadar menghubungkan titik-titik, tapi menciptakan bahasa universal untuk data kesehatan.” Dengan dukungan standar HL7 FHIR®, CDA, dan DICOM, IRIS for Healthâ„¢ memungkinkan radiologi berkomunikasi dengan apotek, atau rumah sakit berbagi data dengan BPJS—tanpa perlu konversi manual yang rawan error.
Dari Data Menuju Aksi: Kekuatan di Balik Platform
InterSystems IRIS for Healthâ„¢ bukan sekadar pipa penghubung data. Platform ini menghadirkan empat keunggulan kritis:
- Analitik Prediktif: AI dan machine learning untuk identifikasi risiko penyakit
- Manajemen Rantai Pasok: Pelacakan real-time dari produsen obat hingga tempat tidur pasien
- Keamanan Berlapis: Enkripsi data, autentikasi multi-faktor, dan audit trail
- Kustomisasi Lokal: Adaptasi dengan regulasi Indonesia seperti Perlindungan Data Pribadi
Untuk farmasi, ini berarti bisa memantau stok vaksin secara real-time. Bagi dokter, akses ke rekam medis lengkap pasien meski berasal dari fasilitas berbeda. “Supply Chain Orchestrator kami mengurangi waste obat hingga 30% di beberapa implementasi global,” tambah Luciano.
Pelatihan dan Transformasi SDM: Kunci Keberhasilan
Teknologi secanggih apa pun akan sia-sia tanpa kesiapan pengguna. ICS Compute menyiapkan program pelatihan khusus untuk tenaga kesehatan dan IT, mencakup:
- Workshop implementasi FHIR untuk developer
- Pelatihan analitik data bagi manajemen rumah sakit
- Sertifikasi profesional IRIS for Healthâ„¢
“Kami tak hanya menjual software, tapi memastikan organisasi kesehatan bisa memanen nilai dari investasi digital mereka,” tegas Budhi. Pendekatan ini sejalan dengan temuan Kemenkes bahwa 65% kegagalan transformasi digital kesehatan bermuara pada faktor manusia, bukan teknologi.
Kolaborasi ini juga menyasar daerah terpencil melalui integrasi telemedicine. Dengan interoperabilitas data, konsultasi jarak jauh bisa didukung oleh rekam medis yang komprehensif—sebuah terobosan untuk pemerataan layanan kesehatan.
Ketika data bisa mengalir bebas namun aman di seluruh ekosistem, masa depan kesehatan Indonesia akan dibangun di atas keputusan berbasis bukti, bukan asumsi. Seperti dikatakan Luciano, “Ini bukan tentang teknologi semata, tapi tentang menyelamatkan lebih banyak nyawa dengan data yang tepat di waktu yang tepat.”