Dicaplok Elon Musk, Apakah Twitter Masih Jadi Platform Antihoaks?

REKOMENDASI
ARTIKEL TERKAIT

Telset.id, Jakarta – Twitter selama bertahun-tahun menjadi platform utama dalam melawan informasi salah atau hoaks. Bisa dibilang Twitter selalu di depan dalam menegakkan kebijakan. Lantas, bagaimana nasib Twitter pasca diambil alih Elon Musk?

Twitter adalah platform besar pertama yang melarang mantan Presiden AS, Donald Trump, setelah geger di Capitol. Langkah itu diikuti oleh platform lain dalam menangkal hoaks.

Tetapi, kekhawatiran berkembang setelah terjadi keributan di Twitter pada minggu pertama setelah diakuisisi oleh miliarder Elon Musk, yang juga sebagai pemilik persahaan raksasa teknologi Tesla dan SpaceX.

Setelah resmi menjadi “Chief Twit”, Elon Musk langsung membuat gebrakan dengan memangkas ribuan karyawan Twitter, termasuk memecat CEO Parag Agrawal dan dua eksekutif Ned Segal dan Vijaya Gadde juga diberhentikan oleh pemilik baru Twitter.

BACA JUGA: 

Tidak hanya langkah “bersih-bersih”, Musk juga mencabut kebijakan publik dan kepercayaan, serta tim keselamatan dan pemotongan ekstensif untuk tim kurasi, yang membantu meningkatkan informasi yang dapat diandalkan di platform tentang pemilihan umum dan berita lainnya.

“Kekacauan” semakin menjadi-jadi ketika Musk menggaungkan rencana kontroversial yang memungkinkan setiap pengguna untuk membayar akun centang biru atau lencana.

Menurut kritikus, rencana tersebut akan memicu kebingungan. Pengguna bakal gamang, akun dan cuitan siapa dan bagaimana di Twitter yang dapat dipercaya.

Musk berjanji untuk tidak mengubah kebijakan konten Twitter sampai ujian tengah semester. Tetapi, perubahan yang ia buat membikin perusahaan rentan dan lemah.

“Rencana Musk berpotensi mengganggu karena mayoritas karyawan dipecat,” kata Paul Barrett dari Pusat Bisnis dan Hak Asasi Manusia Universitas New York.

Twitter pun buru-buru merespons pernyataan itu. Menurut perusahaan, bagaimana bisa PHK dapat menghambat kemampuan Twitter untuk memerangi hoaks.

Yoel Roth, kepala keamanan dan integritas perusahaan, mengatakan bahwa 80 persen dari volume moderasi konten masuk Twitter sama sekali tidak terpengaruh.

Tapi, para pemimpin hak-hak sipil tetap mengecam PHK Twitter. Mereka mengatakan, apapun klaim Twitter, pengurangan jumlah karyawan akan mengganggu

Mereka menyebut, PHK bakal berdampak kepada kemampuan Twitter untuk menegakkan kebijakan mengingat tidak ada staf yang bertugas untuk melakukannya.

Chris Krebs, mantan direktur CISA, cenderung mengkritik kebijakan Musk mengubah arti verifikasi dan informasi yang disampaikan simbol kepada pengguna.

“Logo yang diverifikasi telah menjadi penanda kepercayaan. Namun, semuanya akan berubah seiring kebijakan yang akan diterapkan oleh pemilik baru,” katanya.

BACA JUGA: 

Komedian Sarah Silverman dan Kathy Griffin bahkan menggunakan lencana terverifikasi di Twitter untuk mengejek rencana Musk menerapkan biaya langganan.

Silverman dan Griffin mengganti nama di akun Twitter yang telah dicentang biru menjadi Elon Musk. Mereka juga mengubah profil agar menyerupai milik Musk.

Apakah Twitter benar-benar akan menjadi platform yang dulu sangat antihoaks dan terdepan dalam menegakkan kebijakan menjadi media sosial mengkhawatirkan? [SN/HBS]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TEKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI