Telset.id – Bayangkan Anda adalah orang dengan tato wajah paling ekstrem di dunia, lalu tiba-tiba sistem verifikasi usia online mengira Anda memakai topeng. Inilah dilema nyata yang dialami King Of Ink Land King Body Art The Extreme Ink-Ite – pria dengan 90% tubuh tertato di Inggris yang kini kesulitan mengakses konten dewasa karena teknologi pengenalan wajah gagal mengenalinya.
Kisah ini bermula dari penerapan ketat undang-undang verifikasi usia Inggris yang mulai berlaku Juli 2025. Aturan baru mewajibkan platform konten dewasa memastikan pengguna mereka berusia di atas 18 tahun melalui verifikasi foto selfie. Namun bagi King Of Ink (nama panggilannya), sistem ini justru menjadi bumerang.
“Sistem terus meminta saya melepas topeng, padahal ini wajah asli saya,” keluhnya kepada Metro. Teknologi yang seharusnya mencegah penipuan justru menganggap tato wajahnya sebagai penyamaran. Ironisnya, ini bukan masalah isolasi – studi MIT membuktikan sistem pengenalan wajah memiliki tingkat error 34,7% untuk kulit gelap, jauh lebih tinggi dibanding 0,8% untuk kulit terang.
Bias Teknologi yang Mengkhawatirkan
Kasus King Of Ink menyoroti masalah mendasar dalam pengembangan teknologi pengenalan wajah. Seperti diungkap dalam artikel Telset sebelumnya tentang Bagaimana AI Belajar Tanpa Berpikir, sistem ini sering kali mengadopsi bias manusia tanpa filter kritis.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa sistem verifikasi usia cenderung melebih-lebihkan usia orang dengan karakteristik wajah tertentu. Dalam kasus King Of Ink, tato yang menutupi 90% tubuhnya – termasuk wajah – membuat algoritma kesulitan menentukan fitur wajah asli.
Baca Juga:
Dampak Luas Kebijakan Verifikasi Usia
Masalahnya tidak berhenti pada komunitas bertato. Implementasi verifikasi usia di Inggris menuai kritik karena terlalu luas. Laporan terbaru menunjukkan konten tentang genosida Gaza hingga debat politik ikut terblokir oleh sistem ini.
Bahkan seperti diungkap dalam riset Telset tentang kemampuan penalaran AI, sistem verifikasi berbasis teknologi masih memiliki banyak kelemahan mendasar. Pengguna kreatif menemukan celah dengan menggunakan fitur “photo mode” dalam game Death Stranding untuk membuat avatar yang terlihat cukup tua.
Kasus King Of Ink mungkin terdengar anekdotal, tetapi ini membuka diskusi penting tentang inklusivitas teknologi di era digital. Ketika sistem yang seharusnya melindungi justru mengucilkan kelompok tertentu, apakah kita sedang membangun masa depan digital yang adil?