Telset.id – Bayangkan sebuah robot yang tidak hanya menuruti perintah, tetapi benar-benar memahami konteks dan merencanakan tindakannya selayaknya manusia. Itulah yang dijanjikan oleh embodied intelligence, dan kini China melalui X Square Robot telah meluncurkan Wall-OSS—model kecerdasan terbuka pertama yang bisa mengubah cara robot berinteraksi dengan dunia nyata.
Selama ini, demonstrasi robot humanoid seperti Tesla Optimus atau Boston Dynamics Atlas memang memukau. Mereka bisa berlari, melompat, bahkan memegang perkakas. Tapi di balik pertunjukan itu, ada jurang lebar antara pameran panggung dan keandalan sesungguhnya. Faktanya, aktivitas sederhana seperti melipat baju atau menyajikan makanan masih menjadi tantangan besar. Nah, di sinilah Wall-OSS hadir sebagai jawaban.
X Square Robot, startup asal China, tidak main-main. Mereka menggebrak dengan model open-source Wall-OSS yang dirilis secara gratis di GitHub dan Hugging Face. Berbeda dengan pendekatan tertutup ala Tesla atau Boston Dynamics, Wall-OSS mengusung kolaborasi terbuka. Dengan dana sekitar US$100 juta, mereka yakin bahwa masa depan robotika terletak pada kecerdasan yang dapat diakses banyak pihak, bukan dikunci dalam lab rahasia.
Lantas, bagaimana Wall-OSS bekerja? Sistem ini menggunakan dua komponen utama: Shared Attention Mechanism dan Task-Routed Feed-Forward Network (FFN). Daripada memproses semua input sensorik—penglihatan, suara, perintah motorik—dalam satu lapisan tunggal yang rentan bottleneck, Wall-OSS merutekannya melalui jalur khusus. Data visual diproses untuk mengenali objek dan pemetaan spasial, perintah linguistik diurai terpisah, sementara gerakan motorik berjalan independen dengan mempertimbangkan umpan balik real-time.
Ini mirip cara manusia berpikir: kita tidak melihat apel, mendengar perintah, dan menggerakkan tangan sebagai tiga proses terpisah. Semua terintegrasi secara alami. Hasilnya? Robot jadi lebih cepat merespons, lebih sedikit melakukan kesalahan, dan lebih tangguh dalam lingkungan yang tidak terduga.
Fitur lain yang tak kalah cerdas adalah Chain-of-Thought (CoT) reasoning. Daripada bereaksi secara impulsif terhadap perintah tunggal, robot dengan Wall-OSS mampu merencanakan serangkaian langkah sebelum bertindak. Misalnya, saat diperintahkan “bersihkan meja”, ia tidak hanya mengambil piring, tetapi juga mengenali barang-barang lain, menyortir, membersihkan permukaan—semua dalam urutan logis, bukan coba-coba.
Baca Juga:
Pelatihan Wall-OSS juga tak main-main. Model ini dilatih dengan miliaran sampel Vision-Language-Action yang diambil dari log robot dunia nyata, video generatif, dan lingkungan sintetis dengan variasi pencahayaan, tekstur, dan kekacauan. Hasilnya, robot yang ditenagai Wall-OSS tidak mudah gagal saat menghadapi tata letak rumah yang tidak biasa atau perubahan konteks mendadak.
Sebagai bukti nyata, X Square Robot meluncurkan Quanta X2—robot dengan basis roda, lengan 7-derajat kebebasan, dan tangan yang luwes meniru gerakan manusia. Dilengkapi dengan clamp berputar 360°, Quanta X2 dirancang untuk industri jasa, rumah tangga, dan setting industri. Ini bukan robot untuk pamer, tapi untuk benar-benar bekerja.
Lalu, bagaimana dengan pemain lain? Tesla Optimus, misalnya, digadang-gadang akan menjadi tulang punggung masa depan perusahaan—bahkan disebut-sebut bisa menyumbang 80% nilai Tesla. Elon Musk menargetkan produksi satu juta unit per tahun pada 2030. Sementara Boston Dynamics, dengan Atlas listrik barunya, fokus pada solusi industri canggih. NVIDIA mengambil jalur berbeda: lewat platform Isaac dan model dasar GR00T, mereka menyediakan “otak” untuk robotika, bukan perangkat keras.
Tapi semua masih terkendala oleh hal yang sama: ketergantungan pada demonstrasi yang terkontrol. Wall-OSS, dengan pendekatan open-source-nya, berpotensi memecahkan kebuntuan ini. Dengan membuat kecerdasan embodied dapat diakses oleh startup dan pembuat hardware, X Square Robot berharap dapat mempercepat inovasi dan mengurangi kesenjangan antara demo dan kebutuhan nyata.
Jadi, apakah masa depan robotika akan didominasi oleh model terbuka seperti Wall-OSS? Atau justru pendekatan proprietary ala Barat yang akan unggul? Satu hal yang pasti: perlombaan embodied intelligence semakin panas, dan kita semua akan menuai manfaatnya.
Bicara soal AI yang makin cerdas, bukan hanya robot yang mengalami evolusi. Google Pixel 10 juga menghadirkan AI yang lebih pintar dengan harga tetap terjangkau. Sementara itu, kemampuan AI dalam “melihat” lebih dari yang terlihat juga terus dikembangkan, seperti yang dilakukan dalam proyek AI yang bisa melihat di balik fasad bangunan via Google Street View. Bahkan perangkat seperti Lenovo Yoga Pro 7i Aura Edition turut mendukung ekosistem kecerdasan buatan untuk profesional kreatif.
Dengan Wall-OSS, X Square Robot tidak hanya menawarkan teknologi, tetapi juga filosofi baru: bahwa kecerdasan robot haruslah inklusif, adaptif, dan yang terpenting—dapat diandalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dan mungkin, inilah yang kita tunggu-tunggu: robot yang bukan sekadar mesin, tapi partner yang benar-benar mengerti.