Telset.id, Jakarta – Meta, perusahaan induk Instagram, kembali menjadi sorotan setelah laporan dari User Mag mengungkap bahwa platform tersebut telah memblokir sejumlah hashtag terkait LGBTQ selama beberapa bulan.
Langkah ini dilakukan di bawah kebijakan “konten sensitif” Meta, yang bertujuan untuk membatasi konten “bernuansa seksual.” Beberapa hashtag yang diblokir meliputi #lesbian, #gay, #bisexualpride, dan #transwomen.
Namun, banyak pihak mempertanyakan apakah istilah-istilah tersebut benar-benar memiliki unsur yang memenuhi kriteria sensitif. Kebijakan ini secara khusus memengaruhi pengguna dengan filter konten sensitif yang diaktifkan, termasuk remaja yang memiliki pengaturan tersebut secara default.
BACA JUGA:
- Instagram Ungkap Alasan Dibalik Penurunan Kualitas Video
- Cegah Sextortion, Meta Rilis Fitur Anti Penipuan di Instagram
Saat mencoba mencari hashtag bernuansa LGBTQ ini, sekarang para pengguna Instagram akan diarahkan ke halaman kosong disertai peringatan tentang kebijakan Meta yang membatasi konten eksplisit.
Setelah laporan User Mag memicu reaksi publik, Meta mengubah pendiriannya dan menyebut insiden ini sebagai “kesalahan sederhana.” Meta menyatakan bahwa mereka ingin semua komunitas merasa aman dan diterima di platform mereka, dan menegaskan bahwa istilah LGBTQ tidak dianggap sensitif berdasarkan kebijakan mereka.
Pembatasan ini muncul setelah Meta menerapkan pembaruan privasi yang ditujukan untuk kesejahteraan remaja, yang bertujuan untuk melindungi mereka dari konten seperti promosi perilaku merugikan diri.
Namun, laporan User Mag mencatat bahwa konten heteroseksual, termasuk yang menunjukkan pasangan dalam aktivitas romantis, tidak mengalami pembatasan serupa. Langkah ini memicu kritik dari organisasi seperti GLAAD, yang menyebut bahwa algoritma Meta tidak seharusnya mengkategorikan hashtag LGBTQ+ sebagai konten sensitif.
Kebijakan ini mencerminkan tantangan yang telah lama dihadapi oleh kreator LGBTQ+ di platform seperti Instagram, termasuk shadow ban dan pelabelan konten mereka sebagai “tidak direkomendasikan.” Selain itu, Meta baru-baru ini membuat perubahan pada kebijakan “Konten Kebencian” mereka.
Perubahan ini memungkinkan unggahan yang menyebut dugaan gangguan mental atau abnormalitas berdasarkan gender atau orientasi seksual, terutama dalam konteks wacana politik dan agama. Kebijakan baru ini juga dikritik karena dianggap mempermudah serangan verbal terhadap komunitas LGBTQ+.
Meta juga menghapus pemeriksa fakta pihak ketiga dari platform mereka dan menggantinya dengan pedoman komunitas yang diharapkan dapat memberikan kebebasan berekspresi.
Namun, banyak yang berpendapat bahwa keputusan ini melemahkan upaya menangkal disinformasi. Langkah-langkah ini dilakukan di tengah hubungan erat CEO Meta, Mark Zuckerberg, dengan Donald Trump.
Zuckerberg secara terang-terangan menyatakan bahwa perubahan kebijakan Meta didorong oleh hasil pemilihan presiden terbaru, menyebutnya sebagai “titik balik budaya.”
Kritik terhadap Meta semakin kuat, terutama terkait prioritas perusahaan dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan politik tertentu.
BACA JUGA:
- Makin Banyak! Satu Postingan Instagram Kini Bisa Berisi 20 Foto
- Instagram Ubah Tampilan Pesan untuk Kreator, Lebih Spesifik!
Kebijakan ini menimbulkan tentunya tentang bagaimana perusahaan media sosial terbesar di dunia ini dapat menciptakan lingkungan yang aman bagi semua pengguna, terutama komunitas yang rentan.