Telset.id – Zero Emission Transportation Association (ZETA), sebuah kelompok dagang yang beranggotakan perusahaan besar seperti Tesla, Waymo, Rivian, dan Uber, baru-baru ini menyatakan dukungannya terhadap insentif pajak untuk produksi dan penjualan kendaraan listrik (EV). Pernyataan ini muncul setelah beredarnya laporan bahwa pemerintahan Trump yang akan datang berencana menghapus insentif pajak federal sebesar $7.500 atau sekitar Rp116 juta untuk pembelian atau penyewaan EV.
ZETA menjelaskan bahwa insentif ini telah mendorong penciptaan lapangan kerja signifikan di negara bagian seperti Ohio, Kentucky, Michigan, dan Georgia. Menurut Albert Gore, direktur eksekutif ZETA, insentif semacam itu penting untuk menjaga daya saing industri AS, terutama dalam menghadapi persaingan dari produsen EV di China. “Jika Amerika Serikat ingin terus bersaing dengan China dan menarik lebih banyak lapangan kerja ke dalam negeri, diperlukan sinyal permintaan seperti Kredit Pajak Kendaraan Baru yang Selaras dengan tujuan tersebut,” ungkap Gore seperti dilansir dalam pernyataan resminya.
Kontribusi Insentif terhadap Pertumbuhan Industri Lokal
Insentif pajak tidak hanya mendorong adopsi kendaraan listrik, tetapi juga memperkuat industri manufaktur dalam negeri. Berdasarkan undang-undang Inflation Reduction Act (IRA) yang berlaku saat ini, kendaraan listrik dengan komponen utama seperti baterai yang diproduksi di AS memenuhi syarat untuk mendapatkan insentif tersebut. Insentif ini telah menjadi katalis penting bagi pertumbuhan sektor EV yang diprediksi akan mencapai pangsa pasar sebesar 33% di AS pada tahun 2030. Namun, penghapusan insentif ini diperkirakan akan mengurangi pangsa pasar tersebut hingga 5%, sehingga berpotensi menghambat perkembangan industri.
Baca Juga : Tesla Mulai Luncurkan Mobil Listrik Murah Tahun Depan
Relevansi dengan Pasar Indonesia
Kebijakan insentif untuk kendaraan listrik juga menjadi isu penting di Indonesia. Pada Maret 2023, pemerintah Indonesia mengumumkan subsidi sebesar Rp7 juta per unit untuk pembelian kendaraan listrik berbasis baterai tertentu. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong adopsi kendaraan listrik di dalam negeri, sejalan dengan target pemerintah mencapai net zero emission pada 2060. Selain itu, pemerintah juga memberikan insentif fiskal lainnya, seperti pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk EV.
Sejalan dengan tren global, pemerintah Indonesia juga memperkuat kebijakan insentif kendaraan listrik di 2024. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8 dan 9 Tahun 2024 menetapkan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) hingga 10% untuk kendaraan listrik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) 40%. Kebijakan ini bertujuan mendorong produksi lokal dan meningkatkan daya saing Indonesia di kawasan Asia Tenggara.
Hingga 2024, penjualan kendaraan listrik di Indonesia meningkat signifikan. Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, penjualan mobil listrik di Indonesia tumbuh hingga 177% dengan 23.045 unit terjual pada Januari–Agustus 2024. Lonjakan ini didorong oleh berbagai insentif, termasuk keringanan PPN hingga 1% dan pembebasan bea masuk serta PPnBM.
Namun, tantangan utama di Indonesia adalah memastikan ekosistem pendukung, seperti infrastruktur stasiun pengisian daya dan rantai pasokan baterai, dapat mengikuti pertumbuhan permintaan. Dalam konteks ini, insentif pajak di AS memberikan pelajaran penting tentang bagaimana kebijakan fiskal dapat memengaruhi pertumbuhan industri EV secara keseluruhan. Dengan insentif yang lebih terarah dan kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta, angka yang disebutkan di atas diharapkan dapat meningkat dalam beberapa tahun ke depan.
Pengaruh Tarif Baru terhadap Pasar Global
Dalam langkah untuk mengurangi ketergantungan pada impor, terutama dari China, pemerintahan Biden sebelumnya telah memberlakukan tarif 100% pada kendaraan listrik buatan China. Di Indonesia, situasi serupa dapat terjadi, mengingat China saat ini menjadi pemasok utama kendaraan listrik murah melalui merek seperti Wuling dan BYD. Langkah proteksi seperti ini dapat memengaruhi harga kendaraan listrik di pasar lokal, sehingga berdampak pada daya beli konsumen.
Tantangan dan Peluang di Masa Depan
Baik di AS maupun Indonesia, kebijakan insentif memainkan peran penting dalam mendukung transisi menuju energi bersih. Sementara AS menghadapi ancaman penghapusan insentif, Indonesia berada dalam tahap awal membangun fondasi pasar kendaraan listrik. Dengan belajar dari kebijakan insentif di negara lain, termasuk AS, Indonesia dapat mengembangkan kebijakan yang lebih efektif untuk mempercepat adopsi kendaraan listrik, sekaligus memastikan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi lokal.