Indonesia Siap Pimpin Dialog Global South untuk Regulasi AI yang Adil

REKOMENDASI
ARTIKEL TERKAIT

Telset.id – Indonesia siap memimpin dialog negara-negara Global South untuk memperkuat kolaborasi dalam merumuskan regulasi kecerdasan artifisial (AI) yang adil dan berdaulat. Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria menegaskan komitmen ini dalam pertemuan dengan sejumlah pemangku kepentingan global.

“Indonesia punya komitmen kuat untuk mendorong kolaborasi Global South. Saat bertemu Direktur Jenderal UNESCO, Gabriel Ramos, setahun lalu, beliau justru meminta Indonesia mengambil peran memimpin dialog negara Selatan,” ujar Nezar dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (10/7/2025).

Komitmen ini juga disampaikan Nezar saat bertemu dengan Direktur AI, Emerging Tech & Regulation International Fund for Public Interest Media (IFPIM) APAC, Irene Jay Liu; Executive Director of the Associação de Jornalismo Digital (Ajor) Brasil, Maia Fortes; dan Head of GIBS Media Leadership Think Tank South Africa, Michael Markovitz.

Indonesia Ajukan Diri sebagai Tuan Rumah Forum AI UNESCO 2026

Nezar mengungkapkan, Indonesia telah mengajukan diri sebagai tuan rumah UNESCO Global Forum for Ethics of AI pada 2026. Dalam forum tersebut, Indonesia mengusulkan pertemuan khusus negara-negara Global South untuk membahas kedaulatan AI dan peran jurnalisme di tengah disrupsi teknologi.

“Yang kita butuhkan saat ini adalah kemauan politik yang kuat dari negara-negara Selatan. Kita harus punya instrumen untuk duduk bersama dan berdialog dengan para raksasa teknologi, guna menciptakan ekosistem digital yang sehat dan adil, termasuk bagi jurnalisme berkualitas,” tegas Nezar.

Sebagai bagian dari upaya ini, Indonesia juga telah berdiskusi dengan Utusan Teknologi PBB Amandeep Singh Gill mengenai urgensi kerja sama antarnegara berkembang dalam menghadapi regulasi global AI yang masih dalam tahap awal.

Kesenjangan Regulasi AI antara Negara Maju dan Berkembang

Nezar menyoroti kesenjangan dalam pengaturan AI antara negara maju dan berkembang. Saat ini, pembahasan regulasi AI lebih banyak terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dengan dekrit presidennya, Uni Eropa dengan AI Act-nya, dan Korea Selatan dengan kebijakan khususnya.

“Hingga kini, belum ada regulasi permanen soal AI. Ini momentum emas bagi negara-negara Selatan untuk bersama-sama menyusun sikap, terutama soal kedaulatan digital,” kata Nezar.

Menurutnya, negara-negara Global South belum memiliki ruang advokasi yang cukup kuat dalam pembentukan regulasi AI global. Kolaborasi antarnegara berkembang dinilai penting agar tidak tertinggal dalam merespons kemajuan dan perkembangan AI di tingkat kawasan.

Sebagai langkah konkret, Nezar menyambut baik inisiatif delegasi Afrika Selatan untuk memanfaatkan forum-forum global, termasuk forum M20 – Pertemuan Menteri Komunikasi negara anggota G20 yang akan digelar tahun depan.

“Forum M20 bisa jadi momentum penting. Tapi kita butuh lebih dari sekadar pernyataan politik. Kita butuh komitmen nyata, misalnya membentuk sekretariat atau forum tetap yang bisa menyuarakan posisi kita secara kolektif menghadapi ekosistem digital yang timpang,” ungkapnya.

Indonesia menegaskan kesiapan menjadi penghubung dialog strategis di kawasan, tidak hanya untuk memperjuangkan hak-hak penerbit, tetapi juga untuk membangun tata kelola AI global yang inklusif, etis, dan setara. Langkah ini sejalan dengan upaya penguatan tata kelola internet berbasis AI di Indonesia.

Dengan posisi strategisnya di kawasan, Indonesia diharapkan dapat menjadi motor penggerak bagi negara-negara Global South dalam merumuskan regulasi AI yang memperhatikan kepentingan negara berkembang. Seperti yang terjadi di kawasan Asia Pasifik lainnya, kolaborasi regional menjadi kunci dalam menghadapi tantangan teknologi mutakhir.

ARTIKEL TERKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI