Indonesia Dorong ASEAN Perangi Hoaks dan Konten Negatif Melalui Literasi Digital

REKOMENDASI

ARTIKEL TERKAIT

Telset.id – Di tengah banjir informasi digital yang kian deras, Indonesia mengambil langkah tegas untuk memimpin perlawanan terhadap hoaks dan konten negatif di kawasan ASEAN. Dalam Konferensi Para Menteri ASEAN yang Bertanggung Jawab atas Informasi (AMRI) ke-17 di Bandar Seri Begawan, delegasi Indonesia menyerukan kolaborasi regional untuk memperkuat literasi digital—senjata utama melawan misinformasi yang mengancam generasi muda.

“Anak-anak adalah garda depan masa depan ASEAN. Kita tidak boleh lengah terhadap tsunami konten negatif yang mengintai mereka di dunia maya,” tegas Fifi Aleyda Yahya, Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkominfo), yang memimpin delegasi Indonesia. Pernyataan ini disampaikan dalam sesi bertema MAJU (Media Advancing Joint Understanding), sebuah simbol aspirasi ASEAN untuk memajukan sektor informasi melalui teknologi.

Literasi Digital: Tameng ASEAN di Era Post-Truth

Indonesia tidak sekadar berpidato. Sebagai bukti komitmen, pemerintah telah meluncurkan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD)—sebuah program revolusioner yang dirancang untuk mengasah kemampuan masyarakat menyaring informasi secara kritis. “Literasi digital bukan soal bisa mengoperasikan gawai, tapi tentang membangun imunitas terhadap hoaks,” ujar Fifi. Inisiatif ini diharapkan menjadi model bagi negara-negara ASEAN lain, terutama dalam menyikapi tantangan seperti kolaborasi platform teknologi global memerangi misinformasi.

Kebijakan Progresif: Dari Regulasi Platform hingga Perlindungan Anak

Di meja kebijakan, Indonesia juga memamerkan instrumen hukum mutakhir seperti Perpres No. 32/2024 tentang Tanggung Jawab Platform Digital dan PP No. 21/2025 (PP TUNAS) yang khusus melindungi anak di ranah online. “Tanpa regulasi yang kuat, jurnalisme berkualitas akan tenggelam dalam banjir hoaks,” tandas Fifi. Langkah ini sejalan dengan upaya Kominfo menggandeng WhatsApp dalam program literasi digital.

Puncak dari konferensi ini adalah Bandar Seri Begawan Declaration—sebuah komitmen kolektif ASEAN untuk memerangi “tiga setan” informasi: misinformasi, disinformasi, dan malinformasi. Deklarasi ini juga mendorong peran media dalam mendukung ekonomi kreatif, sebuah sinyal bahwa perlawanan terhadap hoaks harus berjalan beriringan dengan penguatan konten positif.

Lobi di Balik Layar: Dari Kamboja Hingga Istana Sultan

Di sela-sela konferensi, Indonesia tak lupa menjalin aliansi strategis. Pertemuan bilateral dengan Menteri Informasi Kamboja membahas penanganan hoaks lintas batas dan tantangan media konvensional. Sementara audiensi dengan Sultan Brunei Hassanal Bolkiah mempertegas posisi Indonesia sebagai primus inter pares dalam isu tata kelola informasi ASEAN.

“Pertarungan melawan hoaks adalah maraton, bukan lari cepat. ASEAN harus bersatu seperti strategi Google memerangi hoaks COVID-19: kombinasi teknologi, regulasi, dan edukasi,” pungkas Fifi. Dengan langkah konkret ini, Indonesia bukan hanya bicara, tapi memimpin aksi.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TERKINI

HARGA DAN SPESIFIKASI