Telset.id – Jika Anda berpikir Google hanya berkutat di mesin pencari dan iklan digital, pikirkan lagi. Raksasa teknologi asal Mountain View ini kini resmi melangkah ke dunia hiburan dengan mendirikan divisi produksi film dan serial TV bernama 100 Zeros. Kolaborasi dengan Range Media Partners—produser di balik film-film seperti Longlegs dan A Complete Unknown—ini bukan sekadar eksperimen, melainkan strategi matang untuk membentuk narasi positif tentang teknologi, terutama di kalangan generasi muda.
Dari AI hingga Layar Lebar: Misi Rahasia Google
Berdasarkan laporan Business Insider, Google melalui 100 Zeros akan mendanai proyek film fiksi dan dokumenter yang mengintegrasikan teknologi terbarunya, seperti Immersive View di Maps atau alat spatial computing. Namun, tujuan terselubungnya lebih dalam: mengubah persepsi publik yang semakin sinis terhadap big tech. “Setelah skandal privasi dan kontroversi politik, industri teknologi butuh wajah manusiawi. Film adalah medium sempurna untuk itu,” ujar seorang analis industri yang enggan disebutkan namanya.
Bukti nyata sudah terlihat. Tahun lalu, Google diam-diam menyuntikkan dana marketing untuk film horor indie Cuckoo (Neon) yang dibintangi Hunter Schaefer. Logo 100 Zeros muncul di kredit pembuka, tapi Google sengaja tak mengumumkan keterlibatannya. “Ini bukan sekadar sponsor, melainkan soft diplomacy lewat budaya pop,” tambah analis tersebut.
Baca Juga:
AI on Film: Ketika Mesin Jadi Bintang
Pada April 2025, Google mengumumkan program AI on Film—inisiatif bersama Range Media untuk memproduksi film pendek bertema interaksi manusia-AI. Dua film terbaik akan dikembangkan menjadi film panjang. Mira Lane, VP Teknologi dan Masyarakat Google, menjelaskan kepada Variety: “Kami ingin menampilkan AI bukan sebagai ancaman, tapi mitra yang bisa berkolaborasi dengan manusia.”
Langkah ini tak lepas dari kekhawatiran Google terhadap narasi dystopian seputar AI. Lane bahkan membentuk tim khusus untuk “melawan gelombang cerita pesimistis” tentang kecerdasan buatan. “Jika Netflix punya Black Mirror, Google ingin menawarkan perspektif sebaliknya,” canda seorang sumber di internal perusahaan.
Range Media: Kemitraan yang Tak Bebas Kontroversi
Di balik layar, pilihan Google bermitra dengan Range Media cukup mengejutkan. Perusahaan yang didirikan mantan eksekutif CAA ini sedang berurusan dengan gugatan hukum dari mantan kantornya. CAA menuduh Range Media mencuri data rahasia dan melanggar aturan industri dengan beroperasi sebagai agen talenta tanpa lisensi. “Ini plot twist yang layak diangkat ke layar lebar,” komentar pengamat hukum hiburan.
Meski begitu, Google tampaknya tak terganggu. Portofolio klien Range—termasuk Michael Bay dan Bradley Cooper—menjadi daya tarik utama. Apalagi, mereka sudah membuktikan kemampuan produksi lewat film-film seperti Longlegs yang masuk nominasi festival besar.
Pertanyaannya sekarang: bisakah Google, yang selama ini dikenal sebagai “tukang algoritma”, benar-benar memahami bahasa emosional dunia film? Jawabannya mungkin terletak pada seberapa besar mereka bersedia memberi kebebasan kreatif. “Mereka tak boleh terjebak dalam corporate propaganda. Audiens muda justru akan mencemooh jika terlalu menggurui,” tegas kritikus film independen.
Satu hal yang pasti: langkah Google ini akan memicu tren baru di Silicon Valley. Jika sukses, jangan heran jika Apple, Meta, atau Microsoft segera menyusul dengan studio film masing-masing. Bagaimanapun, di era di mana teknologi dan hiburan semakin menyatu, siapa yang menguasai cerita, dialah yang memenangkan hati publik.