Pinjol Makin Kencang, Multifinance Loyo: OJK Ungkap Data Terbaru

REKOMENDASI
ARTIKEL TERKAIT

Telset.id – Menjelang tutup buku tahun 2025, ada dua cerita yang sedang berjalan dengan arah berlawanan di sektor pembiayaan Indonesia. Di satu sisi, perusahaan pembiayaan konvensional atau multifinance terlihat lesu darah. Di sisi lain, pinjaman daring atau pinjol justru menunjukkan taringnya dengan pertumbuhan yang masih perkasa. Data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Oktober 2025 menjadi bukti nyata pergeseran selera dan kepercayaan masyarakat dalam mengakses kredit. Lantas, apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini tanda bahwa era digital lending telah benar-benar mengambil alih?

Agusman, Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Pembiayaan OJK, dalam konferensi pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan, Kamis (11/12/2025), membeberkan angka-angka yang cukup mencengangkan. Piutang perusahaan pembiayaan hingga Oktober 2025 hanya mencapai Rp 505,3 triliun, dengan pertumbuhan tahunan (yoy) yang nyaris datar di level 0,68%. Bandingkan dengan kondisi setahun lalu, di periode yang sama pertumbuhannya masih bisa mencapai 8,37%. Penurunan ini bukan sekadar perlambatan, tapi hampir seperti pengereman mendadak. Sementara itu, di jalur yang berbeda, outstanding pembiayaan pinjol justru melesat hingga Rp 92,92 triliun, tumbuh 23,86% dari tahun sebelumnya. Sebuah kontras yang terlalu tajam untuk diabaikan.

Fenomena ini mengundang pertanyaan besar. Apakah masyarakat mulai jenuh dengan prosedur berbelit dan persyaratan ketat dari lembaga pembiayaan tradisional? Ataukah kemudahan dan kecepatan akses dana dari genggaman tangan via pinjol telah menjadi kebutuhan primer di era serba instan? Yang jelas, data OJK ini bukan sekadar deretan angka, melainkan potret perubahan perilaku finansial masyarakat Indonesia yang sedang bergerak cepat. Pergeseran ini juga terjadi di tengah dinamika pasar teknologi dan digital yang semakin panas, seperti yang terlihat dari wacana merger Grab-GoTo yang berpotensi mengubah lanskap kompetisi.

Multifinance yang Kehilangan Momentum

Mari kita bedah lebih dalam sisi yang lesu. Pertumbuhan piutang multifinance yang hanya 0,68% yoy per Oktober 2025 adalah yang terendah dalam beberapa tahun terakhir. Padahal, di bulan September, angkanya masih bertahan di 1,07%. Agusman menyoroti bahwa satu-satunya segmen yang masih bergerak “kencang” adalah pembiayaan modal kerja, yang tumbuh 9,4%. Ini mengindikasikan bahwa aktivitas bisnis, terutama UMKM, masih membutuhkan suntikan dana. Namun, untuk pembiayaan konsumtif seperti kendaraan bermotor atau elektronik, tampaknya daya beli masyarakat benar-benar sedang tertekan.

Anda mungkin bertanya, bagaimana dengan kualitas kreditnya? OJK mencatat, rasio Non-Performing Loan (NPL) gross sektor pembiayaan berada di 2,47%, dengan NPL nett 0,83%. Angka ini masih dalam batas aman pengawasan, menunjukkan bahwa meski pertumbuhannya lambat, portofolio yang ada masih relatif sehat. Tidak ada gelombang gagal bayar masif. Namun, kesehatan ini seperti tubuh yang bugar tapi tidak mau bergerak. Perusahaan multifinance mungkin sedang berhati-hati (risk-averse) dalam menyalurkan kredit baru di tengah ketidakpastian ekonomi, atau memang permintaan dari masyarakat yang benar-benar melemah. Situasi ini sedikit banyak mencerminkan tekanan yang juga dirasakan di sektor riil.

Laju Pinjol yang Tak Terbendung

Berbanding terbalik dengan multifinance, pinjol justru seperti kereta api cepat yang terus menambah penumpang. Outstanding Rp 92,92 triliun dengan pertumbuhan 23,86% adalah bukti nyata bahwa pasar ini masih sangat lapar. Meski pertumbuhannya sedikit melambat dibanding periode yang sama tahun lalu, laju di atas 20% tetap merupakan angka yang fantastis untuk sektor keuangan manapun. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan pinjaman cepat, proses mudah, dan berbasis aplikasi telah menjadi arus utama.

Namun, di balik pertumbuhan yang menggembirakan itu, ada catatan yang perlu diperhatikan. Tingkat Wanprestasi 90 hari (TWP 90) pinjol per Oktober 2025 tercatat 2,76%. Angka ini lebih tinggi dibanding posisi tahun lalu, meski sedikit lebih rendah dari bulan sebelumnya. Artinya, seiring dengan ekspansi portofolio yang agresif, risiko kredit macet juga ikut mengembang. Ini adalah tantangan klasik dalam dunia lending: mengejar pertumbuhan sambil menjaga kualitas. OJK tentu tidak bisa lengah, karena gejolak di sektor pinjol yang tidak terkendali bisa berdampak sistemik, terutama mengingat jumlah peminjamnya yang sangat masif dan tersebar.

Pertumbuhan pinjol juga tidak lepas dari konteks digitalisasi yang masif. Akses internet yang semakin luas, termasuk isu penutupan pendaftaran Starlink, dan adaptasi masyarakat terhadap transaksi online, turut mendorong fenomena ini. Bahkan, platform e-commerce seperti Tokopedia telah menjadi bagian dari ekosistem digital yang memfasilitasi berbagai kebutuhan, termasuk finansial.

Dua Wajah Sektor Pembiayaan: Tantangan dan Masa Depan

Lalu, apa makna dari dua data yang bertolak belakang ini bagi perekonomian kita? Pertama, ini adalah sinyal kuat bahwa disrupsi digital di sektor jasa keuangan telah sampai pada tahap yang matang. Masyarakat tidak hanya sekedar mencoba-coba, tetapi telah mengadopsi pinjol sebagai salah satu saluran pembiayaan utama. Kedua, perlambatan di multifinance bisa menjadi early warning bagi perlambatan sektor konsumsi tertentu, seperti properti dan kendaraan bermotor, yang biasanya dibiayai oleh lembaga-lembaga tersebut.

Ke depan, tantangan bagi regulator seperti OJK adalah menjaga keseimbangan. Di satu sisi, perlu mendorong inovasi dan pertumbuhan sektor fintech lending yang sehat. Di sisi lain, harus memastikan perlindungan konsumen dan stabilitas sistem keuangan tetap terjaga. Bagi perusahaan multifinance tradisional, waktu untuk bertransformasi digital dan menyederhanakan proses mungkin sudah sangat mendesak. Mereka tidak bisa lagi mengandalkan model bisnis lama jika tidak ingin semakin tertinggal.

Pertarungan antara yang tradisional dan digital di sektor pembiayaan Indonesia memasuki babak baru. Data OJK Oktober 2025 adalah pemberitahuan resmi: peta kekuatan sedang berubah. Pinjol, dengan segala kontroversi dan potensinya, telah menjadi pemain utama yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Sementara multifinance, dengan segala pengalaman dan jaringan fisiknya, harus menemukan napas kedua. Bagi Anda sebagai konsumen, pilihan semakin banyak. Tapi ingat, di balik kemudahan akses dana instan, selalu ada tanggung jawab untuk memahami konsekuensi dan meminjam secara bijak. Trennya jelas, tapi akhir ceritanya masih ditentukan oleh bagaimana semua pemain, dari regulator, pelaku usaha, hingga masyarakat, menyikapi perubahan ini.

TINGGALKAN KOMENTAR
Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TERKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI