Telset.id, Jakarta – Federal Bureau of Investigation (FBI) Amerika Serikat berhasil membongkar sindikat peredaran iPhone dan iPad palsu. Menurut laporan, pengedar tersebut diketahui berhasil mengimpor 10 ribu iPhone dan iPad palsu dari China dengan nilai barang mencapai USD$ 6,1 juta atau Rp 85 miliar.
Dilansir Telset.id dari CNN pada Jumat (15/11/2019), Jaksa Amerika Serikat Robert Brewer menjelaskan jika kasus iPhone Palsu ini melibatkan 14 orang. Hingga saat ini FBI berhasil menangkap 11 diantaranya, sementara 3 tersangka lagi masih dalam pengejaran. Adapun ke-14 tersangka ini merupakan Warga Negara Amerika Serikat keturunan China, Vietnam dan Rusia.
Awalnya FBI melakukan penggerebekan di California, Amerika Serikat pada Rabu (13/11/2019). FBI berhasil menangkap pemimpin sindikat, isterinya bersama 3 orang lainnya. Pada saat penggerebekan FBI berhasil menyita 90 iPhone palsu dan uang tunai senilai USD 250 ribu atau Rp 3,5 miliar.
{Baca juga: Disebut “Intip” Pengguna iPhone, Ini Sanggahan Facebook}
Cara kerjanya juga licik. Pertama para tersangka merusak iPhone dan iPad palsu tersebut. Kedua, mereka pun mendatangi Apple Store di Amerika Serikat dan meminta agar iPhone Palsu mereka ditukar dengan yang asli. Terakhir, ketika mereka mendapat produk yang asli, sindikat tersebut pun menjualnya ke China dan negara-negara lain dengan harga yang lebih tinggi.
“Pembuatan barang-barang palsu dan penggunaannya untuk menipu perusahaan-perusahaan Amerika Serikat merusak pasar secara fundamental dan membahayakan orang-orang,” kata Brewer.
Sindikat tersebut juga mengakali identitas IMEI dan nomor unik. Mereka membuat IMEI dan nomor seri yang cocok dengan perangkat asli dari garansi Apple Amerika Serikat atau Kanada. Hingga saat ini Apple enggan berkomentar terkait kasus tersebut.
{Baca juga: Spesifikasi dan Harga Hp Apple Terbaru}
“Menggunakan IMEI atau nomor seri orang lain adalah bentuk pencurian identitas yang memperburuk surat dakwaan, karena pelaku secara sadar dan tanpa otoritas yang sah, ditransfer, dimiliki, dan menggunakan alat identifikasi orang lain,” tutur Brewer. [NM/IF]