Draft Revisi PP 82/2012 Sarat dengan Kepentingan Asing?

REKOMENDASI
ARTIKEL TERKAIT

Telset.id, Jakarta – Pelaku usaha Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) lokal menilai jika ada kepentingan pihak asing terkait draft revisi PP 82/2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE).

Menurut Irwin Day selaku juru bicara dari para pelaku usaha data center menduga jika ada tekanan dan agenda asing yang ikut menumpang dalam draft revisi PP PSTE.

Tekanan itu membuat Menkominfo Rudiantara dan Dirjen Aplikasi dan Informatika (Aptika) Semuel Abrijani Pangerapan seperti berubah pikiran terkait pengelolaan data center di Indonesia.

“Kami ini kan kenal Pak Menteri dan Dirjen Aptika. Dulu  Dirjen Aptika Semuel yang paling getol minta data center di Indonesia. Kenapa dia berubah setelah menjabat. Tak mungkin serendah itu dia mengkhianati perjuangan. Saya duga “tekanan” ke mereka berdua ini kuat sekali sampai lupa dengan NKRI,” ucap Irwin Day.

Pernyataan soal tekanan pihak asing bukan tanpa alasan. Irwin merujuk pada pernyataan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita di sejumlah media yang menyebut data center menjadi salah satu permintaan Amerika Serikat (AS) agar Republik Indonesia (RI) kembali ke fasilitas Generalized System of Preference (GSP).

“Setelah investigasi, tak hanya Paman Sam (Amerika Serikat) punya kepentingan soal draft revisi PP PSTE, Australia juga. Kita dapat info dari konsulat Australia suka sowan ke Kominfo dan beberapa kali diskusi intens soal draft revisi PP PSTE,” tutur Irwin.

“Ini menyakitkan sekali karena pelaku usaha lokal malah tak diajak diskusi bahas itu draft,” tambahnya.

Executive Director Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Arki Rifazka mengingatkan supaya lokalisasi pusat data bukan hanya soal kemudahan akses dalam proses hukum tetapi bagian dari kedaulatan negara atas warganya.

Warga negara membayar pajak misalnya bukan hanya untuk menjamin keamanan fisik tetapi juga keamanan non fisik termasuk diantaranya data digital mengenai warga negara.

“Jika terus dipaksakan relaksasi lokalisasi data, maka kekayaan kita akan mengalir ke luar negeri. Data itu adalah the next oil, kalau dibiarkan ditempatkan di luar artinya kita membiarkan harta itu ke luar Indonesia,” tegas Arki.

Perlu diketahui bahwa pelaku usaha TIK yang tergabung mengkritisi rencana draft revisi PP PSTE ini berasal dari berbagai elemen federasi dan organisasi masyarakat yang ada di Indonesia.

Selain Mastel, ada juga Indonesia Data Center Provider Organization (IDPRO), Asosisasi Cloud Computing Indonesia (ACCI), Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII) dan Asosiasi Peranti Lunak Telematika Indonesia (Aspiluki).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TEKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI