Pernahkah Anda membayangkan bagaimana sebuah material yang jarang terdengar bisa menjadi senjata strategis dalam perang dagang global? China, di bawah kepemimpinan Xi Jinping, sedang memainkan kartu ini dengan cerdik. Tanah jarang, sekelompok mineral yang mungkin asing bagi telinga awam, ternyata menjadi batu sandungan serius bagi Amerika Serikat dalam persaingan teknologi dan pertahanan.
China bukan hanya pemain utama, tetapi hampir satu-satunya penguasa pasar tanah jarang global. Negeri Tirai Bambu ini menambang 70% pasokan dunia dan menguasai 90% pemrosesannya. Ketika Presiden AS Donald Trump mengancam akan memberlakukan tarif baru, Beijing merespons dengan langkah tegas: pembatasan ekspor tujuh elemen tanah jarang kritis.
Langkah ini bukan sekadar gebrakan simbolis. Dampaknya bisa merontokkan industri pertahanan dan teknologi tinggi AS yang sangat bergantung pada material ini. Bagaimana tanah jarang bisa sebegitu strategisnya? Mari kita selami lebih dalam.
Monopoli China Atas Tanah Jarang Global
Pembatasan baru China mencakup elemen tanah jarang sedang dan berat: samarium, gadolinium, terbium, disprosium, lutetium, skandium, dan itrium. Untuk mengekspornya, perusahaan China kini wajib memiliki lisensi khusus. Menurut laporan New York Times, jeda ekspor sudah mulai terasa di pasar global.
Center for Strategic and International Studies (CSIS) memperingatkan bahwa AS sama sekali tidak memiliki kapasitas untuk memproduksi unsur tanah jarang berat secara mandiri. “Tidak ada pemisahan unsur tanah jarang berat yang terjadi di Amerika Serikat saat ini,” ungkap laporan CSIS yang dikutip CNBC. Meski pengembangan kemampuan ini sedang diusahakan, prosesnya membutuhkan waktu tahunan.
Dampak Mematikan Bagi Pertahanan AS
Ancaman ini bukan main-main. Tanah jarang menjadi komponen vital dalam berbagai sistem persenjataan canggih AS:
- Jet tempur F-35
- Kapal selam kelas Virginia dan Columbia
- Rudal Tomahawk
- Sistem radar canggih
- Drone Predator
- Bom pintar Joint Direct Attack Munition
“Bahkan sebelum pembatasan terbaru, basis industri pertahanan AS sudah berjuang dengan kapasitas terbatas,” kata CSIS. Kini, dengan pembatasan China, kemampuan AS untuk memproduksi alat pertahanan mutakhir semakin terancam.
Kesenjangan Teknologi yang Melebar
Analis memprediksi China mampu mengembangkan sistem persenjataan lima hingga enam kali lebih cepat daripada AS pasca pembatasan ini. “Larangan lebih lanjut hanya akan memperlebar kesenjangan, memungkinkan China memperkuat kemampuan militernya lebih cepat,” tambah laporan CSIS.
AS sebenarnya telah berupaya mencari alternatif, termasuk dari Ukraina dan Greenland – yang belakangan menjadi incaran Trump untuk diakuisisi. Namun, tidak ada yang bisa menggantikan dominasi China dalam waktu dekat.
Apa Itu Tanah Jarang dan Mengapa Begitu Vital?
Tanah jarang merujuk pada 17 unsur kimia yang memiliki sifat unik. Meski sebenarnya melimpah di kerak bumi, material ini sangat sulit diekstraksi dalam bentuk murni dan prosesnya berbahaya. Beberapa contohnya:
- Neodymium: Membuat magnet super kuat untuk pengeras suara, hard drive, motor kendaraan listrik, dan mesin jet.
- Yttrium dan Europium: Komponen kunci produksi layar TV dan komputer karena kemampuannya menampilkan warna.
“Segala sesuatu yang dapat Anda nyalakan atau matikan kemungkinan besar menggunakan tanah jarang,” jelas Thomas Kruemmer, Director of Ginger International Trade and Investment. Material ini juga penting untuk teknologi medis seperti operasi laser dan MRI.
Chatam House menyimpulkan, langkah China ini bisa memberikan keuntungan strategis jangka panjang dalam persaingan teknologi dan militer melawan AS. Dengan kontrol atas tanah jarang, Beijing tidak hanya mempertahankan dominasi manufaktur yang ada, tetapi juga mempercepat penguasaan teknologi masa depan.
Perang dagang AS-China kini memasuki babak baru yang lebih berbahaya. Bukan lagi sekadar tarif dan kuota, tetapi perebutan kendali atas material yang menjadi nyawa industri modern. Dan saat ini, China memegang erat nyawa tersebut di tangannya.