Telset.id, Jakarta – Upaya mencegah penjualan peranti lunak palsu, Microsoft membentuk Tim dengan nama Microsoft Digital Crimes Unit (DCU). Tugas DCU mulai mengidentifikasi dan mengambil langkah tegas terhadap penjual peranti lunak palsu di sejumlah marketplace di Indonesia.
Selain itu, tugas DCU juga termasuk di dalamnya adalah bekerjasama dengan sejumlah Internet Service Provider (ISP) dan Computer Emergency Response Team (CERTs) di lingkungan pemerintahan untuk mengatasi serangan siber.
Tindakan ini pun diharapkan mampu meminimalisir bahaya serangan siber bagi konsumen, baik individu maupun organisasi.
Linda Dwiyanti, Consumer Channels Group Director, Microsoft Indonesia mengungkapkan, selama jangka waktu tiga bulan, Microsoft DCU berhasil mengidentifikasi sedikitnya 23 penjual peranti lunak palsu yang beroperasi di e-commerce.
“Saat ini, kami sedang memproses tindakan hukum untuk tiga di antaranya. Kami juga tengah bekerja sama dengan MIAP dan pemerintah untuk menindaklanjuti para penjual peranti lunak palsu lainnya. Tujuan akhir kami yakni memastikan agar pelanggan terlindungi dari bahaya penggunaan peranti lunak yang dijual oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab,”ungkapnya di Jakarta, Senin (20/2/2017).
Sebagai hasil dari rangkaian tindakan yang telah diambil, beberapa penjual berinisiatif mengakui kesalahan mereka dalam menjual peranti lunak palsu dan/atau menempatkan sertifikat keaslian palsu di barang dagangan masing-masing.
Pada Februari 2017, reseller daring seperti Suryabaru IT di Surabaya, Kamar 56 di Jakarta, dan Inotech di Bandung, serta toko-toko seperti Notebook ASEAN dan Ruphen Shop di Jakarta, menerbitkan iklan permintaan maaf kepada pelanggan melalui beberapa media cetak maupun online.
Tingkat pemalsuan barang, termasuk peranti lunak, di Indonesia memang masih berada di angka yang mengkhawatirkan. Studi terakhir yang dilakukan Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menempatkan tinta printer (49,4%), pakaian (38,9%), barang dari kulit (37,2%), dan peranti lunak (33,5%) sebagai daftar barang dengan angka pemalsuan tertinggi di Indonesia.
Sebuah situasi yang menimbulkan kerugian terhadap ekonomi nasional hingga Rp 65,1 triliun serta hilangnya pendapatan dari pajak tidak langsung atas penjualan peranti lunak asli hingga Rp 424 miliar.
Tindakan yang telah dijalankan diharapkan dapat mendorong terciptanya transaksi dagang yang lebih sehat di Indonesia. Sebab, salah satu penyebab utama tingginya angka penjualan dan penggunaan barang palsu adalah kurangnya sanksi nyata terhadap para penjual maupun konsumen. Lebih dari 64% konsumen merasa tidak mungkin diadili sekalipun mereka menggunakan barang palsu, sementara lebih dari 32% penjual mengaku sering mengalami razia, tetapi tidak terkena sanksi hukum. (MS)