Telset.id, Jakarta – Amerika Serikat (AS) telah mendakwa empat peretas militer China atas pelanggaran yang dilakukan terhadap Equifax pada 2017 silam. Pelanggaran ini memengaruhi hampir 150 juta warga AS, yang data-data peribadinya terpapar.
“Praktik itu disengaja dan menyapu informasi pribadi rakyat AS,” kata Jaksa Agung William Barr saat mengumumkan dakwaan empat anggota Tentara Pembebasan China sehubungan kasus pelanggaran data terbesar di AS.
Menurut laporan Reuters, seperti dikutip Telset.id, Selasa (11/2/2020), Kedutaan Besar China di Washington tidak segera menanggapi permintaan komentar. Ada dugaan, kabar ini merupakan upaya spionase AS.
{Baca juga: Lagi, 267 Juta Identitas Pengguna Facebook Bocor di Situs Gelap}
Ya, AS ingin membasmi operasi spionase China. Sejak mengalihkan perhatian ke China pada 2018, AS telah menjerat sekelompok pejabat pemerintah, pebisnis, dan akademisi China yang memburu rahasia Washington.
Sekitar 147 juta warga AS memiliki informasi, termasuk nomor jaminan sosial, tanggal lahir, serta data SIM, dan dikompromikan oleh pelanggaran Equifax. Para peretas menghabiskan berminggu-minggu dalam sistem Equifax.
Mereka membobol jaringan komputer, mencuri rahasia perusahaan dan data pribadi. Peretas merutekan lalu lintas melalui sekitar 34 server yang berlokasi di hampir 20 negara untuk mengaburkan lokasi.
Kepala Eksekutif Equifax, Mark Begor, menyampaikan terima kasih atas penyelidikan Departemen Kehakiman AS. “Sangat melegakan bahwa lembaga penegak hukum AS peduli dengan kejahatan dunia maya,” jelasnya.
{Baca juga: Microsoft Buru Peretas Korut karena Curi Informasi Sensitif}
Sebelumnya, pelanggaran data serupa yang melibatkan banyak warga AS juga sempat dialami Microsoft, sampai-sampai perusahaan menonaktifkan puluhan situs yang digunakan oleh peretas Korut (Korea Utara) untuk mencuri informasi pribadi milik warga Amerika Serikat dan negara lain.
Perintah pengadilan federal AS memungkinkan Microsoft untuk mengendalikan 50 domain yang selama ini digunakan oleh kelompok peretas Korut yang dikenal sebagai Thallium. Thallium sendiri disebut meluncurkan serangan siber kepada pekerja pemerintah, staf universitas, think tank, dan target lain. [SN/IF]