Telset.id – Pernah merasa percakapan di aplikasi kencan seperti memukul kepala ke tembok? Anda tidak sendirian. Pada September 2023, Adam Raines—seorang pengguna gay berusia 25 tahun dari Inggris—membagikan keluhannya di Reddit tentang betapa membosankannya obrolan di platform kencan online. Screenshot percakapan Tinder-nya yang kering seperti gurun menjadi bukti nyata fenomena ini.
Dating App Fatigue: Epidemi Digital Generasi Z
Raines bukan satu-satunya yang frustrasi. Ribuan komentar di thread Reddit-nya mengkonfirmasi gejala “dating app fatigue”: obrolan terasa seperti tugas, jarang berujung ketemuan, dan sensasi swipe sudah kehilangan daya tariknya. Seperti yang diungkapkan salah satu komentator, “Banyak pria sudah terlalu lelah dengan pengalaman buruk di aplikasi kencan sehingga mereka hanya mencari validasi seadanya.”
Fakta ini didukung data dari The Survey Center on American Life: hanya 56% Gen Z yang pernah pacaran di masa remaja, jauh di bawah Baby Boomers (78%) dan Gen X (76%). Laporan Hinge 2024 juga mengungkap bahwa pengguna Gen Z 47% lebih mungkin merasa gugup berbicara dengan orang baru pasca-pandemi.
Baca Juga:
AI Jadi Guru Flirting?
Menanggapi krisis komunikasi ini, raksasa kencan online mulai berinovasi dengan AI. Maret lalu, Tinder meluncurkan “The Game Game”—simulator flirting berbasis OpenAI yang menempatkan pengguna dalam skenario romantis hiper-spesifik. Fitur ini menganalisis respons vokal pengguna dan memberi saran seperti “tunjukkan antusiasme” atau “ceritakan lebih banyak tentang hobi”.
Grindr tak ketinggalan. Mereka sedang menguji “AI Wingman” yang bisa menyusun pesan witty untuk pengguna, bekerja sama dengan Amazon dan Anthropic. Sementara Bumble menghadirkan “Instant Match” berbasis QR code untuk menghindari obrolan canggung.
Tapi apakah solusi AI ini efektif? Raines skeptis: “Saya ragu model bahasa bot cukup realistis untuk mengajarkan seni flirting.” Tanggapan netizen juga pedas. Salah satu komentar di X menyindir, “Ini hal paling menyedihkan yang pernah kulihat.”
Akankah Manusia Kembali ke Cara Lama?
Di luar algoritma, para pelatih kencan seperti Emyli Lovz melihat lonjakan permintaan pelatihan komunikasi offline. “Banyak klien pria takut dianggap creepy. Mereka butuh latihan di lingkungan bebas penilaian,” ujarnya. Menurut Lovz, pandemi memperparah isolasi sosial yang sudah dimulai oleh ketergantungan pada aplikasi.
Ari Brown, pakar hubungan dari Hinge, menyarankan Gen Z untuk “masuk ke mode cringe”—menerima risiko terlihat kikuk sebagai bagian dari proses belajar. Kampanye “One More Hour” Hinge bahkan menyertakan panduan langkah demi langkah untuk memulai percakapan di dunia nyata.
Dua tahun setelah thread Reddit-nya viral, Raines mengaku belum pernah ketemu siapa pun dari aplikasi kencan. “Fitur AI mungkin membantu rasa percaya diri, tapi tidak menyelesaikan masalah mendasar,” tutupnya. Sepertinya, solusi sejati mungkin terletak pada keberanian untuk meletakkan ponsel—dan mulai berbicara secara langsung.