Telset.id – Dalam upayanya memimpin persaingan kecerdasan buatan (AI), CEO Meta Mark Zuckerberg membuat klaim mengejutkan. Ia menyatakan bahwa AI milik perusahaannya mulai menunjukkan kemampuan untuk meningkatkan diri sendiri—sebuah langkah yang disebutnya sebagai awal menuju “superintelligence”. Namun, benarkah klaim ini sehebat yang digembar-gemborkan?
Dalam surat terbuka terbarunya tentang “Superintelligence Lab”, Zuckerberg menulis bahwa Meta telah “mulai melihat sekilas sistem AI kami meningkatkan diri mereka sendiri”. Pernyataan ini langsung memicu perdebatan di kalangan ahli teknologi. Sebab, jika benar, ini bisa menjadi titik balik penting dalam pengembangan AI.
Namun, Zuckerberg tidak memberikan detail spesifik tentang klaim tersebut. Ia hanya menyebutnya sebagai “glimpses” atau sekilas pandang, tanpa penjelasan teknis yang memadai. Ketidakjelasan ini membuat banyak pihak meragukan kebenaran pernyataannya.
Mengenal Konsep AI yang Meningkatkan Diri Sendiri
Konsep AI yang mampu meningkatkan diri sendiri sebenarnya bukan hal baru dalam dunia teknologi. Dikenal sebagai recursive self-improvement, proses ini memungkinkan sistem AI memodifikasi dan meningkatkan kemampuannya sendiri tanpa campur tangan manusia.
Pada 2023, peneliti dari Nvidia dan beberapa universitas Amerika telah menciptakan Voyager, bot Minecraft yang bisa menulis ulang kodenya sendiri menggunakan model bahasa besar GPT-4 dari OpenAI. Belum lama ini, Google DeepMind juga meluncurkan AlphaEvolve, sistem AI lain yang diklaim mampu meningkatkan diri sendiri.
Namun, kemampuan ini masih sangat terbatas pada domain tertentu. Belum ada bukti bahwa AI bisa melakukan peningkatan menyeluruh terhadap seluruh sistemnya secara mandiri. Seperti dijelaskan dalam artikel Agentic AI: Revolusi Baru dalam Dunia Kecerdasan Buatan, perkembangan AI masih membutuhkan pengawasan manusia.
Baca Juga:
Antara Klaim dan Realita
Yang menarik, dalam konferensi investor di hari yang sama dengan rilis suratnya, Zuckerberg sama sekali tidak menyebut klaim tentang AI yang bisa meningkatkan diri sendiri. Ia justru mengatakan bahwa Meta masih dalam proses mengembangkan model semacam itu.
Ketidakkonsistenan ini memunculkan pertanyaan: apakah klaim Zuckerberg hanya strategi pemasaran untuk menarik perhatian? Atau memang Meta telah mencapai terobosan yang belum ingin diungkap secara detail?
Seperti yang terjadi pada Claude AI vs Pokémon Red, kemampuan AI seringkali dibesar-besarkan untuk menciptakan sensasi. Padahal, implementasi nyatanya masih jauh dari klaim yang dibuat.
Implikasi Jika Klaim Ini Benar
Jika Meta benar-benar telah menciptakan AI yang bisa meningkatkan diri sendiri secara signifikan, ini akan menjadi pencapaian besar. Beberapa ahli bahkan menyebutnya sebagai awal dari “singularitas teknologi”—momen ketika teknologi berkembang lebih cepat dari kemampuan manusia untuk memahaminya.
Namun, tanpa bukti konkret, klaim Zuckerberg sulit diverifikasi. Seperti perkembangan chip ISP V2 dari Vivo yang memang menunjukkan peningkatan nyata dalam kemampuan AI, sebuah klaim besar perlu didukung oleh demonstrasi yang jelas.
Meta sendiri belum memberikan tanggapan lebih lanjut ketika dimintai klarifikasi. Jika memang ada perkembangan penting, apakah perusahaan akan membagikan detailnya kepada publik? Atau ini hanya strategi untuk mempertahankan posisi Meta dalam persaingan sengit di dunia AI?
Satu hal yang pasti: klaim Zuckerberg ini telah berhasil mencuri perhatian dunia. Namun, tanpa bukti nyata, sulit untuk mengatakan apakah ini benar-benar terobosan atau hanya permainan kata-kata belaka.