Telset.id – Bayangkan Anda sudah menghapus percakapan pribadi di ChatGPT, merasa aman karena data tersebut sudah lenyap. Ternyata, di balik layar, perusahaan AI itu justru diperintahkan untuk menyimpannya “selamanya” sebagai barang bukti. Itulah drama privasi yang baru saja dialami ratusan juta pengguna ChatGPT global—termasuk mungkin Anda.
Kabar baiknya, tekanan pengadilan yang memaksa OpenAI menyimpan riwayat chat yang sudah dihapus itu akhirnya dicabut. Setelah berbulan-bulan menjadi sorotan, perusahaan yang dipimpin Sam Altman ini akhirnya bisa bernapas lega. Tapi benarkah semua masalah privasi pengguna sudah selesai? Atau ini hanya jeda sejenak dalam pertarungan hukum yang jauh lebih besar?
Semuanya berawal dari gugatan The New York Times terhadap OpenAI pada Desember 2023. Koran ternama AS itu menuduh OpenAI menggunakan materi berhak cipta mereka untuk melatih algoritma tanpa izin. Sejumlah organisasi media lain kemudian bergabung dalam gugatan tersebut, membuat kasus ini menjadi salah satu pertarungan hukum terpenting di era AI.
Sebagai bagian dari proses hukum, pengadilan memerintahkan OpenAI untuk mempertahankan log chat “secara tidak terbatas”—termasuk yang sudah dihapus pengguna. Tujuannya? Agar data tersebut bisa diperiksa sebagai bukti potensial terkait dugaan pelanggaran hak cipta.
Ars Technica, yang pertama kali melaporkan perintah pengadilan ini, menyebutnya sebagai keputusan yang “sangat luas” dan berdampak pada privasi “ratusan juta pengguna ChatGPT di seluruh dunia.” Bayangkan saja, setiap percakapan yang Anda hapus—entah itu tentang rahasia bisnis, masalah pribadi, atau sekadar obrolan ringan—ternyata masih disimpan di server OpenAI.
OpenAI sendiri sempat membuat “keributan besar” tentang perintah ini. Brad Lightcap, COO OpenAI, pada Juni lalu menyatakan bahwa permintaan The New York Times dan penggugat lainnya adalah “permintaan yang luas dan tidak perlu” dalam gugatan yang “tidak berdasar” terhadap mereka. “Mereka meminta kami mempertahankan data konsumen ChatGPT dan pelanggan API secara tidak terbatas,” keluhnya waktu itu.
Baca Juga:
Kini, setelah melalui proses hukum yang alot, “Saga Penyimpanan Chat Log” akhirnya mencapai titik terang. Pada Kamis lalu, Hakim AS Ona Wang menyetujui langkah bersama yang diajukan oleh OpenAI dan The New York Times. Keputusan ini mencabut perintah preservasi yang sebelumnya berlaku, memungkinkan perusahaan untuk benar-benar menghapus chat log yang sudah dihapus pengguna.
Tapi jangan terlalu cepat bersorak. Ars Technica melaporkan bahwa “chat yang dihapus dan sementara masih akan dipantau” untuk beberapa pengguna. Sayangnya, tidak jelas siapa saja yang akan terdampak kebijakan ini. Apakah hanya pengguna tertentu? Atau berdasarkan wilayah? Pertanyaan ini masih menggantung tanpa jawaban pasti.
Lalu bagaimana dengan chat log yang sudah terlanjur disimpan? Data-data tersebut akan tetap dapat diakses oleh organisasi media yang terlibat dalam kasus hukum. Tujuannya adalah untuk mengungkap contoh “output chatbot yang melanggar artikel mereka atau mengaitkan misinformasi dengan publikasi mereka,” seperti dicatat Ars Technica.
Perkembangan terbaru ini mengingatkan kita pada dinamika industri AI yang semakin kompleks. Seperti yang terjadi pada kebijakan Microsoft yang melarang karyawan menggunakan DeepSeek AI, masalah keamanan dan privasi data menjadi perhatian serius perusahaan teknologi besar.
Meskipun drama penyimpanan chat log mungkin sudah berakhir, pertarungan tentang hukum hak cipta yang melanda industri AI masih jauh dari selesai. Pada titik ini, OpenAI telah digugat berkali-kali dengan alasan serupa. Perusahaan AI lain pun menghadapi nasib yang sama. Masalah hak cipta seputar AI generatif masih sebagian besar belum terselesaikan—atau lebih tepatnya, sedang dalam proses diselesaikan melalui pertempuran hukum yang sedang berlangsung.
Bagi Anda yang mengikuti perkembangan industri AI, situasi ini mungkin terasa familiar. Persoalan serupa juga muncul dalam kasus rencana pemerintah AS yang ingin melarang DeepSeek AI karena dianggap kurang aman. Tampaknya, regulasi dan standar keamanan untuk teknologi AI masih dalam tahap pembentukan.
Pertanyaannya sekarang: apakah kemenangan kecil OpenAI dalam kasus chat log ini akan berdampak pada pertarungan hukum yang lebih besar? Atau ini hanya sekadar jeda sebelum badai berikutnya datang? Yang jelas, kasus ini mengingatkan kita semua bahwa di balik kemudahan yang ditawarkan teknologi AI, ada pertarungan hukum dan etika yang sedang berlangsung—dan kita semua, sebagai pengguna, berada di tengah-tengahnya.
Seperti halnya kisah pengguna yang berhasil membuka iPhone 4s yang terkunci 10 tahun, terkadang teknologi menyimpan cerita yang lebih kompleks dari yang kita bayangkan. Dalam kasus OpenAI, yang sedang diperjuangkan bukan hanya tentang hak cipta, tetapi juga tentang hak privasi pengguna di era digital.
Sementara perusahaan-perusahaan teknologi besar seperti Google yang ‘all in’ pada AI, pertanyaan mendasar tetap sama: sampai di mana batas antara inovasi teknologi dan perlindungan hak individu? Kasus OpenAI vs The New York Times mungkin hanya salah satu babak dalam pertarungan panjang yang akan menentukan masa depan AI.
Jadi, meskipun Anda sekarang bisa lebih tenang menghapus chat di ChatGPT, ingatlah bahwa dunia AI masih seperti Wild West—penuh dengan kemungkinan, tetapi juga penuh dengan ketidakpastian. Dan seperti teknologi Direct Air Capture yang mencoba mengatasi karbon dioksida, solusi untuk masalah kompleks AI membutuhkan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan.