Telset.id – Bayangkan berjalan di mal dan tiba-tiba seseorang menyapa Anda dengan nama. Bukan karena mereka mengenal Anda, tapi karena kacamata pintar mereka telah memindai wajah Anda dan menampilkan identitas Anda. Ini bukan adegan dari film sci-fi, melainkan realitas yang sedang dipersiapkan Meta.
Bocoran terbaru dari The Information mengungkap bahwa Meta sedang mengembangkan fitur “super sensing” untuk kacamata pintar generasi berikutnya. Fitur ini akan mengaktifkan pengenalan wajah (facial recognition) secara real-time, memungkinkan pengguna mengenali orang di sekitar hanya dengan melihat melalui lensa kacamata. Teknologi ini rencananya akan diluncurkan pada perangkat yang dirilis tahun 2026.
Dari “Glasshole” ke “Metahole”?
Meta sebelumnya sempat menguji teknologi serupa pada kacamata Ray-Ban kolaborasinya, tetapi akhirnya mengurungkan niat karena potensi kontroversi privasi. Namun, kini perusahaan tampaknya lebih berani mengambil risiko. Menurut laporan, fitur ini tidak akan aktif secara default—pengguna harus mengaktifkannya secara manual. Namun, orang-orang yang wajahnya dipindai tidak akan diberi pilihan untuk menolak.
Yang lebih mengkhawatirkan, Meta dikabarkan mempertimbangkan untuk menghilangkan indikator lampu yang biasanya menyala saat kacamata merekam. Pada model saat ini, lampu ini berfungsi sebagai notifikasi visual bahwa perangkat sedang mengumpulkan data. Jika dihilangkan, orang-orang di sekitar pengguna tidak akan tahu bahwa mereka sedang dipindai.
Baca Juga:
Perubahan Kebijakan Privasi yang Kontroversial
Keputusan Meta untuk menghidupkan kembali teknologi pengenalan wajah bertepatan dengan perubahan kebijakan privasi yang menuai kritik. Pada April 2025, perusahaan memperbarui ketentuannya sehingga asisten AI di kacamata pintar kini aktif secara default. Pengguna harus menonaktifkan frasa “Hey Meta!” jika tidak ingin perangkat selalu mendengarkan.
Selain itu, Meta juga menghapus opsi untuk menolak penyimpanan rekaman suara. Artinya, setiap percakapan yang terekam oleh kacamata bisa digunakan untuk melatih model AI perusahaan. Langkah ini dinilai banyak pihak sebagai bentuk pengabaian terhadap hak privasi pengguna.
Dampak Politik dan Regulasi
The Information mencurigai bahwa perubahan kebijakan Meta terkait erat dengan iklim politik di AS pasca-pemilihan ulang Donald Trump. FTC (Federal Trade Commission) di bawah kepemimpinan baru disebut lebih longgar dalam menerapkan regulasi privasi. Komisioner FTC Melissa Holyoak bahkan menyatakan akan mengambil pendekatan “fleksibel” dalam penegakan privasi digital.
Kondisi ini memberi ruang bagi perusahaan teknologi seperti Meta untuk menguji batas privasi pengguna. Tanpa tekanan regulasi yang kuat, inovasi-inovasi kontroversial seperti pengenalan wajah di perangkat wearable bisa menjadi lebih umum di pasaran.
Apakah kita akan melihat era baru di mana setiap interaksi sosial terekam dan dianalisis oleh AI? Atau akan ada perlawanan publik seperti yang terjadi pada Google Glass dulu? Jawabannya mungkin akan kita dapatkan dalam beberapa tahun ke depan.
Sementara itu, persaingan di pasar kacamata AR semakin ketat. Seperti dilaporkan Telset sebelumnya, Apple juga dikabarkan sedang mengembangkan perangkat sejenis. Bedanya, sejauh ini belum ada indikasi bahwa Apple akan mengintegrasikan teknologi pengenalan wajah semasif Meta.
Bagaimana pendapat Anda? Apakah fitur pengenalan wajah di kacamata pintar merupakan terobosan yang berguna atau ancaman bagi privasi? Beri tahu kami di kolom komentar.