Telset.id – Pernyataan kontroversial Mark Zuckerberg tentang “superintelligence” AI mengindikasikan perubahan drastis dalam filosofi open source Meta. CEO yang pernah berkata “persetan dengan platform tertutup” kini mulai bersikap hati-hati.
Dalam memo internal yang bocor Kamis (31/7/2025), Zuckerberg menyebut kebutuhan “rigor” dalam keputusan open source terkait AI canggih. Ini kontras dengan pandangannya setahun lalu yang menyebut open source sebagai “jalan terbaik untuk keselamatan dan inovasi“. Lalu, apa yang berubah?
Dilema Superintelligence vs. Transparansi
Zuckerberg mengakui dalam panggilan pendapatan Q2 Meta bahwa model AI kini “terlalu besar untuk dipakai kebanyakan orang“. Ada dua kekhawatiran utama:
- Efek kompetitif: Membocorkan kode raksasa bisa menguntungkan pesaing tanpa manfaat nyata bagi komunitas.
- Keamanan global: AI tingkat superintelligence berpotensi disalahgunakan jika tersedia bebas.
Padahal, seperti dilaporkan Telset sebelumnya, Zuckerberg dan Elon Musk kerap berdebat tentang etika teknologi. Kini, pendiri Facebook itu justru bersikap lebih konservatif daripada rivalnya di X.
Baca Juga:
Antara Idealisme dan Realitas Bisnis
Analis melihat ini sebagai pengakuan diam-diam bahwa Meta kalah dalam perlombaan AI. “Mereka sadar tak bisa menang di komputasi awan seperti Microsoft atau Google, jadi beralih ke isu keamanan sebagai pembenaran,” kata Rachel Woods, pakar teknologi di Stanford.
Pergeseran ini juga terjadi di tengah tekanan regulator. Setelah panggilan Kongres AS terkait penyalahgunaan platform Meta, perusahaan tampaknya lebih memilih jalur aman.
Pertanyaannya: Apakah ini akhir dari era keterbukaan Meta? Zuckerberg berjanji akan tetap merilis “beberapa model open source“, tapi jelas bukan yang paling canggih. Untuk pertama kalinya sejak proyek Llama, raksasa teknologi ini mempertimbangkan untuk menyimpan kartu as mereka di laci terkunci.