Telset.id – Marc Andreessen, salah satu venture capitalist paling berpengaruh di Silicon Valley, baru-baru ini membuat pernyataan mengejutkan: menurutnya, pekerjaan sebagai venture capitalist (VC) akan menjadi salah satu profesi terakhir yang bertahan di era dominasi kecerdasan buatan (AI). Pernyataan ini muncul dalam podcast a16z, di mana Andreessen dengan yakin menyatakan bahwa AI tidak akan pernah bisa menggantikan peran manusia dalam industri modal ventura.
Andreessen, pendiri Andreessen Horowitz yang dijuluki “egg-headed” karena gaya khasnya, menjelaskan bahwa pekerjaan VC melibatkan banyak aspek psikologis yang sulit direplikasi oleh mesin. “Setiap VC hebat dalam 70 tahun terakhir melewatkan sebagian besar perusahaan besar di generasinya. VC terbaik mungkin hanya berhasil memilih 2 dari 10 perusahaan besar dalam satu dekade,” ujarnya. Menurutnya, pekerjaan ini bukan sekadar analisis data, tetapi juga membaca karakter pendiri startup dan membantu mereka bertahan di bawah tekanan.
AI vs. Intuisi Manusia
Andreessen menggambarkan pekerjaannya sebagai kombinasi unik antara analisis finansial dan terapi psikologi. “Banyak dari pekerjaan ini adalah analisis psikologis. Siapa orang-orang ini? Bagaimana reaksi mereka di bawah tekanan? Bagaimana mencegah mereka jatuh mental? Bahkan, bagaimana mencegah diri sendiri menjadi gila?” katanya sambil tertawa. Ia meyakini bahwa aspek manusiawi ini akan tetap menjadi domain manusia, bahkan ketika AI mengambil alih sebagian besar pekerjaan lain.
Namun, pernyataan ini menuai kritik. Jika AI masa depan benar-benar sekuat yang digembar-gemborkan Andreessen dan rekan-rekannya, bukankah AI juga bisa dilatih untuk menganalisis data psikologis dan mengambil keputusan investasi yang lebih baik? Lagipula, seperti yang diungkap dalam analisis sebelumnya tentang Elon Musk, teknologi seringkali melampaui prediksi manusia.
Optimisme Teknologi yang Kontroversial
Pandangan Andreessen ini konsisten dengan manifesto “Techno-Optimist” yang ia tulis beberapa tahun lalu. Dalam tulisan itu, ia menggambarkan AI dan teknologi sebagai solusi untuk hampir semua masalah manusia. Namun, kritikus menilai pandangannya terlalu naif dan dipengaruhi kepentingan bisnisnya sendiri. Bagaimanapun, Andreessen Horowitz telah berinvestasi besar-besaran di berbagai startup AI.
Seperti yang terjadi pada gerakan startup sebelumnya, klaim tentang ketahanan profesi tertentu terhadap otomatisasi seringkali terbukti salah. Sejarah menunjukkan bahwa teknologi selalu menemukan cara untuk menggantikan pekerjaan yang dianggap “khusus” oleh manusia. Apakah VC benar-benar berbeda, atau ini sekadar bentuk penyangkalan dari seorang miliarder yang takut tergantikan?
Andreessen mungkin benar bahwa VC membutuhkan sentuhan manusia. Tapi seperti kata pepatah Silicon Valley: “Jangan pernah bilang tidak mungkin.” Jika ada yang bisa memprediksi masa depan, mungkin itu justru AI—bukan seorang VC yang melewatkan investasi di Google atau Facebook dulu.