Telset.id – Bayangkan jika sebuah model kecerdasan buatan dengan hanya 32 miliar parameter bisa mengungguli model raksasa seperti ChatGPT dan DeepSeek yang memiliki parameter 20 kali lebih besar. Itulah yang baru saja diumumkan oleh Uni Emirat Arab melalui Institute of Foundation Models dengan peluncuran K2 Think – model open source yang siap mengubah peta persaingan global AI.
Dalam dunia AI, parameter sering dianggap sebagai ukuran kekuatan. Semakin banyak parameter, semakin cerdas modelnya. Tapi K2 Think membalikkan logika itu. Dengan efisiensi yang luar biasa, model ini tidak hanya bersaing dengan model besar tetapi bahkan mengungguli mereka dalam tes penalaran standar. Lalu, bagaimana mungkin negara yang lebih dikenal dengan cadangan minyaknya bisa tiba-tiba muncul sebagai penantang serius dalam perlombaan AI global?
K2 Think dirilis pada Selasa, 9 September 2025, dan langsung membuat gelombang di komunitas AI internasional. Menurut Institute of Foundation Models (IFM), lab AI Emirat yang berada di balik pengembangan model ini, K2 Think unggul dalam berbagai benchmark standar yang biasa digunakan untuk mengukur kemampuan model AI. Yang lebih mengejutkan lagi, klaim mereka menyatakan bahwa model ini memimpin “semua model open source dalam performa matematika” – area yang selama ini didominasi oleh model-model besar seperti DeepSeek V3.
Strategi yang digunakan oleh lab Emirat ini sebenarnya tidak sepenuhnya baru. Mereka mengadopsi pendekatan serupa dengan yang dilakukan DeepSeek awal tahun ini – menawarkan efisiensi komputasi yang optimal dengan biaya lebih rendah namun dengan kemampuan yang setara atau bahkan lebih baik. Tapi yang membedakan adalah komitmen transparansi mereka. IFM tidak hanya open source modelnya, tetapi seluruh proses pengembangan, termasuk kode pelatihan, dataset, dan checkpoint model.
Baca Juga:
Efisiensi yang Mengubah Permainan
Mari kita lihat angka-angkanya. DeepSeek R1 memiliki 671 miliar parameter (dengan 37 miliar aktif), sementara model terbaru Meta Llama 4 berkisar dari 17 hingga 288 miliar parameter aktif. OpenAI bahkan tidak membagikan jumlah parameter model mereka. Di tengah perlombaan parameter ini, K2 Think datang dengan hanya 32 miliar parameter namun mengklaim kemampuan yang setara bahkan lebih unggul dalam penalaran.
Peng Xiao, anggota dewan Abu Dhabi’s AI and Advanced Technology Council dan CEO G42 (perusahaan yang ikut meluncurkan K2 Think), menyatakan bahwa pencapaian ini menandai dimulainya gelombang inovasi AI berikutnya. “Dengan membuktikan bahwa model yang lebih kecil dan lebih efisien sumber dayanya dapat menyaingi sistem penalaran terbesar, pencapaian ini membuka babak baru dalam inovasi AI,” ujarnya dalam siaran pers.
G42 sendiri bukan nama asing di dunia AI global. Perusahaan ini sebelumnya membuat headlines karena kesepakatan pusat data senilai miliaran dolar dengan pemerintahan Trump awal tahun ini – kesepakatan yang kemudian menghadapi berbagai kekhawatiran keamanan nasional. Kini, dengan K2 Think, mereka kembali menunjukkan ambisi besar di kancah AI global.
Ambisi Besar Uni Emirat Arab di AI
Peluncuran K2 Think bukanlah insiden terisolasi. Uni Emirat Arab serius dengan investasi AI mereka. Antara Juni 2023 dan Juni 2024 saja, negara ini mencatat 672 perusahaan AI baru – menjadikannya kluster AI dengan pertumbuhan tercepat di Timur Tengah dan Afrika Utara.
Lab di balik K2 Think didirikan oleh Mohamed bin Zayed University of Artificial Intelligence yang berkantor pusat di Abu Dhabi dengan dua pusat penelitian di Silicon Valley dan Paris. Universitas ini didirikan beberapa tahun lalu sebagai bagian dari strategi overhaul AI pemerintah Emirat yang disebut Artificial Intelligence 2031. Presiden universitasnya adalah peneliti Amerika kelahiran China, Dr. Eric Xing.
Investasi Emirat di AI juga telah menguntungkan perusahaan-perusahaan Amerika. Dana AI negara Abu Dhabi MGX, yang diketuai oleh penasihat keamanan nasional UAE, adalah partner pendiri Project Stargate Trump. Dana ini sebelumnya juga berinvestasi di OpenAI. Trump bahkan mengumumkan pada Mei bahwa Abu Dhabi dan Washington bermitra untuk menciptakan kluster pusat data AI terbesar di luar AS – dibangun dan dioperasikan oleh G42 dengan bantuan Nvidia, OpenAI, Cisco, Oracle, dan Softbank Jepang.
Namun, seperti yang terjadi dengan persetujuan Grok xAI oleh pemerintah AS, kesepakatan ini juga menghadapi pengawasan regulator AS terkait kekhawatiran keamanan, terutama mengenai hubungan UAE dengan China. Perusahaan teknologi dan AI China seperti Huawei dan Alibaba telah memperluas pengaruh mereka di UAE dan Timur Tengah secara keseluruhan.
AI sebagai Pengganti Minyak di Timur Tengah
Taruhan besar Emirat pada AI didorong oleh keinginan untuk mendiversifikasi investasi dan mengurangi ketergantungan ekonomi pada bahan bakar fosil seperti minyak dan gas. Tren ini juga terlihat di dunia Arab lainnya, khususnya di negara-negara Teluk yang kaya minyak.
Arab Saudi menciptakan dana investasi AI senilai $100 miliar tahun lalu sebagai bagian dari upaya mendiversifikasi ekonomi yang bergantung pada minyak pada 2030. Saudi Arabian DataVolt bahkan berencana menginvestasikan $20 miliar di pusat data AI dan infrastruktur energi di Amerika Serikat. Di tempat lain di Teluk, Qatar Investment Authority menjadi investor signifikan dalam perusahaan AI Amerika Anthropic dalam putaran pendanaan $13 miliar pekan lalu.
Persaingan ini menunjukkan bahwa semakin banyak negara yang ingin bergabung dalam pertempuran untuk dominasi AI global yang saat ini didominasi oleh perusahaan Amerika dan China. Di Asia, Singapura muncul sebagai kekuatan yang berkembang dengan pengawasan regulasi yang ramah AI yang telah memicu peluncuran hub inovasi AI dari raksasa teknologi seperti Microsoft. Di Eropa, Prancis melakukan langkah besar di AI dengan startup Mistral yang baru saja mengamankan investasi $1,5 miliar dari pembuat semikonduktor Belanda ASML.
Lalu bagaimana dengan masa depan K2 Think? Menurut laporan WIRED, rencana jangka panjang adalah mengintegrasikan K2 Think ke dalam LLM penuh dalam beberapa bulan mendatang. Ini bisa menjadi game changer yang sebenarnya – model yang efisien dengan kemampuan setara model besar, tersedia secara open source, dan dikembangkan dengan transparansi penuh.
Dalam dunia di mana isu etika dan transparansi AI semakin mengemuka, pendekatan IFM mungkin justru menjadi kunci kesuksesan mereka. Ketika perusahaan lain berjuang dengan masalah hak cipta dan kekhawatiran transparansi, model yang sepenuhnya open source dengan proses pengembangan yang terbuka bisa menjadi daya tarik utama bagi peneliti dan pengembang di seluruh dunia.
Jadi, apakah K2 Think benar-benar bisa mengganggu dominasi AS dan China di AI? Jawabannya mungkin terletak pada apakah komunitas global akan mengadopsi model ini secara luas. Tapi satu hal yang pasti: perlombaan AI global baru saja mendapatkan pemain baru yang serius, dan kali ini datang dari tempat yang mungkin tidak Anda duga.