Pernahkah Anda menerima pesan mencurigakan yang mengaku dari layanan pengiriman atau bank? Jika ya, Anda tidak sendirian. Tahun lalu, warga Amerika kehilangan $16,6 miliar akibat kejahatan online—angka yang mencerminkan betapa ganasnya serangan digital saat ini. Menurut FBI, hampir 200.000 orang melaporkan kasus phishing dan spoofing, sementara FTC mencatat lebih dari $470 juta dicuri melalui pesan teks penipuan.
Sebagai pemain utama di ekosistem mobile, Google tak tinggal diam. Menjelang peluncuran Android 16 pekan depan, raksasa teknologi ini mengumumkan ekspansi fitur Scam Detection di aplikasi Google Messages. Dengan bantuan AI yang berjalan di perangkat (tanpa mengirim data ke server), sistem ini kini memindai sekitar 2 miliar pesan mencurigakan setiap bulan—mulai dari penipuan kripto, iming-iming hadiah, hingga skema “pemotongan daging babi” (pig butchering) yang melibatkan manipulasi psikologis jangka panjang.
Epidemi Penipuan Digital yang Kian Canggih
“Ini benar-benar memilukan,” ujar Dave Kleidermacher, Wakil Presiden Engineering divisi keamanan Android. “Penipuan finansial telah menjadi wabah global.” Ancaman ini tidak hanya datang dari pesan otomatis, tetapi juga operasi terorganisir—khususnya kelompok penipu asal Tiongkok yang membanjiri korban dengan pesan palsu tentang pembayaran tol atau paket tertahan.
Beberapa skema bersifat smash-and-grab: pelaku langsung meminta data kartu kredit atau kredensial login. Namun, tantangan terbesar justru pada penipuan investasi atau romansa (romance scam) yang dirancang selama berbulan-bulan. Korban diajak berkomunikasi intensif sebelum akhirnya diperdaya mengirim seluruh tabungan—bahkan berutang.
Baca Juga:
AI On-Device: Senjata Baru Melawan Scammer
Google memamerkan contoh pesan penipuan klasik: notifikasi tagihan tol EZ Pass yang mengancam akan mencabut “hak mengemudi” jika tidak segera dibayar. Fitur Scam Detection langsung memberi peringatan dengan opsi melaporkan atau memblokir pengirim. Menariknya, teknologi ini juga dikembangkan untuk panggilan telepon—meski masih dalam tahap uji terbatas.
Langkah Google sejalan dengan tren industri. Meta telah memulai peringatan pembayaran di WhatsApp dan Instagram, sementara operator Inggris O2 menciptakan “AI Nenek” untuk mengulur waktu penipu telepon. Perusahaan keamanan F-Secure bahkan merilis alat beta pendeteksi pesan palsu.
Seperti diungkapkan dalam pengembangan fitur AI di Chrome, perlombaan melawan penipuan kini mengandalkan kecerdasan buatan. Namun, Kleidermacher menekankan bahwa sistem ini suatu hari bisa diadopsi oleh platform komunikasi pihak ketiga—sebuah terobosan yang mungkin mengubah lanskap keamanan digital.
Di tengah maraknya kontroversi penggunaan data untuk AI, keputusan Google memproses informasi secara lokal patut diapresiasi. Bagaimanapun, pertarungan melawan penipuan online masih panjang. Seperti kata Kleidermacher, “Butuh waktu bagi scammer untuk menjalankan aksinya—dan kini AI juga punya waktu untuk menghentikan mereka.”