Telset.id – Jika Anda mengira perang melawan disinformasi adalah pertempuran abadi, bersiaplah untuk terkejut. Global Engagement Center (GEC), unit Departemen Luar Negeri AS yang selama ini menjadi garda depan melawan propaganda Rusia dan China, resmi ditutup. Keputusan ini memicu kontroversi tajam: apakah ini langkah strategis atau awal dari pembungkaman kebebasan berekspresi?
GEC, yang didirikan pada era Perang Melawan Teror, berevolusi menjadi pusat pemantauan dan pemberantasan kampanye disinformasi global. Dengan anggaran $60 juta dan 120 staf, lembaga ini berhasil memetakan jaringan propaganda China di Amerika Latin hingga upaya Rusia merusak kesehatan publik di Afrika. Namun, di mata pendukung Trump, GEC adalah simbol “pemborosan pajak” dan alat sensor terhadap warga Amerika konservatif.
Dari Pahlawan ke Musuh Publik
Elon Musk menjadi salah satu kritikus paling vokal. Pada 2023, dia menuduh GEC sebagai “pelaku terburuk sensor pemerintah AS.” Tuduhan ini menguat setelah “Twitter Files” mengungkap dugaan keterlibatan GEC dalam menekan narasi COVID-19 yang dianggap menentang kebijakan Trump. Meskipun pengadilan AS membantah klaim sensor, reputasi GEC sudah hancur di kalangan MAGA.
Menteri Luar Negeri Marco Rubio, yang sebelumnya mendanai GEC hingga 2030-an, tiba-tiba berbalik arah. Dalam opini di The Federalist, dia menyebut penutupan GEC sebagai “janji Trump untuk membebaskan kebebasan berbicara.” Namun, sumber anonim di Departemen Luar Negeri menyebut keputusan ini sebagai “momen paling memalukan sejak pembersihan era 1950-an.”
Misi yang Terdistorsi
GEC sejatinya dirancang untuk melawan disinformasi luar negeri, tetapi dana $100.000 untuk Global Disinformation Index (GDI) memicu badai politik. GDI membuat daftar media AS “berisiko tinggi” menyebar hoax—yang kebanyakan pro-Trump. Meski proyek ini tak terkait GEC, para pendukung Trump melihatnya sebagai bukti penyalahgunaan wewenang.
“GEC adalah contoh bagaimana Washington mengubah tujuan mulia menjadi alat kekuasaan,” tulis Rubio. Namun, staf GEC membantah: “Kami mendukung jurnalis di negara represif seperti Rusia. Ini tentang kebenaran, bukan politik.”
Masa Depan yang Suram
Meski secara teknis dibubarkan, 50 staf dan $30 juta dana GEC dialihkan ke “Counter Foreign Information Manipulation and Interference Hub.” Kepemimpinan baru dipegang oleh Darren Beattie—figur kontroversial yang pernah memuji Holocaust denier Nick Fuentes. Langkah ini dianggap sebagai upaya “rebranding” untuk menyenangkan atasan pro-Trump.
Rubio berjanji investigasi lebih dalam: “Kami akan mengungkap siapa yang ‘dideplatform’ karena dianggap penyebar disinformasi.” Namun, kritikus memperingatkan: ini bisa menjadi pembenaran untuk membersihkan suara oposisi. Dengan GEC mati, pertanyaannya kini adalah: siapa yang akan mengisi kekosongan perang informasi melawan Rusia dan China?