Telset.id – Dunia kesehatan mental anak sedang menghadapi krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya. Di tengah maraknya aplikasi kesehatan mental berbasis AI yang justru berpotensi membahayakan, muncul solusi inovatif dari Backpack Healthcare—sebuah startup yang menggabungkan teknologi dengan sentuhan manusiawi.
Hafeezah Muhammad, pendiri dan CEO Backpack Healthcare, memulai perjalanannya setelah mengalami kesulitan mendapatkan perawatan mental untuk putranya yang berusia enam tahun. “Saat itu, saya adalah eksekutif di perusahaan kesehatan mental nasional, tapi tetap tidak bisa mendapatkan akses layanan untuk anak saya,” kenangnya. Pengalaman pribadi inilah yang mendorongnya menciptakan solusi berbasis AI dengan pendekatan etis dan berpusat pada manusia.
AI yang Memberdayakan, Bukan Menggantikan
Backpack Healthcare menggunakan AI secara pragmatis—bukan sebagai pengganti terapis, tetapi sebagai alat pendukung. Algoritma mereka mampu mencocokkan pasien dengan terapis yang tepat dalam sekali percobaan, dengan tingkat keberhasilan 91%. Selain itu, AI juga membantu menyusun rencana perawatan dan catatan sesi, menghemat waktu terapis yang sebelumnya habis untuk urusan administratif.
“Kami tidak ingin menciptakan ilusi empati seperti yang dilakukan beberapa chatbot AI,” tegas Muhammad. Mereka menghadirkan “Zipp”, karakter kartun sebagai pendamping AI, untuk memperjelas bahwa ini adalah alat, bukan manusia. Pendekatan ini mendapat apresiasi dari investor seperti Nans Rivat dari Pace Healthcare Capital, yang menyebutnya sebagai solusi untuk menghindari jebakan “empati palsu” yang berbahaya.
Baca Juga:
Keamanan dan Privasi sebagai Prioritas
Backpack Healthcare menerapkan protokol ketat untuk melindungi data pasien. Data individu tidak pernah dibagikan tanpa persetujuan tertulis, meskipun data agregat digunakan untuk meningkatkan layanan. Sistem mereka juga dilengkapi deteksi krisis seketika—jika seorang anak mengetikkan kata-kata yang mengindikasikan keinginan bunuh diri, tim krisis manusia akan langsung dihubungi.
Muhammad juga aktif mengatasi kelangkaan terapis melalui program residensi berbayar selama dua tahun. Program ini telah menarik lebih dari 500 pelamar setiap tahunnya, dengan tingkat retensi mencapai 75%—angka yang sangat impresif di industri kesehatan mental.
Di tengah kekhawatiran tentang dampak negatif teknologi terhadap kesehatan mental—seperti yang terjadi pada platform media sosial—Backpack Healthcare justru membuktikan bahwa AI bisa menjadi solusi ketika dikembangkan dengan pendekatan yang tepat. Seperti dikatakan Muhammad, “Tujuannya bukan membuat mereka bergantung selamanya, tapi memberi alat untuk menjadi dewasa yang tangguh.”