Telset.id, Jakarta – Perusahaan teknologi NetApp memberikan prediksinya soal tren teknologi di tahun 2019. Bersama dengan International Data Corporation (IDC), NetApp memprediksi setidaknya ada 4 tren teknologi utama di tahun ini. Apa saja?
Menurut Country Manager NetApp Indonesia, Ana Sopia, 4 tren teknologi ini dapat memicu pertumbuhan transformasi digital bagi perusahaan, dan menjadikan mereka sebagai “Data Thriver” atau perusahaan yang berkembang bersama data.
“Data is digital business. Mereka yang proses data itu, sehingga data ada manfaatnya,” ucapnya dalam temu media di Plaza Senayan, Jakarta Kamis (07/02/2019).
{Baca juga: 10 Prediksi Tren Teknologi Indonesia di Tahun 2019}
Untuk mengikuti laju perubahan yang begitu cepat, organisasi dan perusahaan harus berinvestasi di bidang transformasi digital demi mendapatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi.
Dari hasil perbincangan dengan pihak NetApp, tim Telset.id telah merangkum 4 tren teknologi utama yang akan terjadi di tahun 2019. Yuk simak!
Cloud Mendorong Artificial Intelligence (AI)
NetApp memprediksi, jika organisasi dan perusahaan akan semakin memanfaatkan software dan layanan AI berbasis cloud di tahun 2019. Menurut Ana, teknologi AI akan menjadi hal umum di Asia Pasifik termasuk Indonesia.
“Sudah ada 55% dari organisasi di Asia Pasifik yang sudah mengimplementasi atau tengah berekspansi,” katanya.
Sedangkan di Indonesia, penerapan teknologi AI sudah berada di posisi kedua tertinggi di Asia. Ia mengatakan, di Indonesia sudah ada 65% organisasi dan perusahaan yang sudah menerapkan teknologi tersebut.
{Baca juga: Survei: Perusahaan Dunia Percayakan Datanya Dikelola Cloud}
“Kita leading di teknologi AI,” tambah Ana.
Ana menjelaskan alasan kuat kenapa cloud dapat mendorong teknologi AI. Menurut studi mereka, teknologi cloud lebih cepat dan praktis, ketimbang jaringan penyimpanan data konvesional yang kurang adaptif.
“Untuk perkembangan AI kita berbicara soal speed. Mengapa cloud, karena prosesnya cepat. Sedangkan yang konvensional harus membeli server storage, jadinya lama dan bisa disalip sama kompetitor lain,” tutur Ana.
Penggunaan Edge Computing Meningkat
Di tahun 2020 mendatang, kawasan Asia Pasifik menurut NetApp akan memiliki 8,6 miliar perangkat berbasis Internet of Things (IoT). Selain itu, kawasan ini pun menjadi wilayah 5G terbesar di dunia, dengan 675 juta koneksi 5G di tahun 2025.
Menurut Ana, untuk memanfaatkan perkembangan ini maka organisasi dan perusahaan akan membutuhkan kemampuan untuk memproses data dari ujungnya atau edge computing sehingga dapat membuat keputusan secara real-time.
“Oleh karena itu, banyak perangkat dan aplikasi IoT akan tiba dengan layanan-layanan yang sudah tertanam di perangkat, seperti data analysis dan data reduction,” jelas Ana.
Ana menjelaskan, perangkat ini memungkinkan mereka untuk membuat keputusan lebih baik, cepat dan pintar. Ana mencontohkannya pada industri manufaktur. Dengan edge computing, sebuah perusahaan manufaktur dapat mendeteksi gejala-gejala awal dari gangguan peralawan, yang mana dapat membantu mencegah kerusakan atau pengecekan yang memakan biaya dan mengganggu laju produksi.
“Salah satu industri yang banyak ambil benefit adalah manufaktur. Banyak perusahaan manufaktur yang sudah smart yang sudah mengirim alert apakah perangkat ini applicable atau tidak,” tambahnya.
Hybrid Multi-Cloud jadi Pilihan Utama
Tren penggunaan teknologi hybrid multi-cloud akan semakin meningkat. Maksudnya, perusahaan organisasi akan memilih untuk menggunakan dua sistem cloud. Hal ini dilakukan untuk menjaga data mereka demi mencegah jika ada gangguan di salah satu server cloud yang mereka gunakan.
{Baca juga: Mengenal Teknologi eSIM, Pengganti SIM Card di Era IoT}
“Mereka mau make sure ketika ada yang terjadi di provider 1 maka masih ada provider cloud yang lainnya,” ucap Ana.
“Selain itu ini juga bisa menjadi bargaining power bagi perusahaan itu sendiri,” tambahnya.
Data Container Semakin Diminati
Tren penggunaan platform container semakin meningkat. Perlu diketahui, platform ini menjadi solusi untuk membuat perangkat lunak yang dapat dipindahkan ke satu sistem cloud komputasi atau cloud komputasi lainnya.
Melalui container, maka perusahaan dapat membangun hybrid multi-cloud. Keuntungannya, para pengambil keputusan akan semakin tergantung pada layanan-layanan data yang tangguh dan tak terlihat, namun dapat menghantarkan data dimanapun dan kapanpun dibutuhkan.
{Baca juga: Komputasi Serverless Makin Disukai Perusahaan Masa Kini}
“Di Asia pengadopsian Kubernetes bertumbuh sampai dengan 58% dalam 7 bulan terakhir di tahun 2018. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan semakin bersedia menggunakan perangkat orkestrasi container seperti Kubernetes ini,” pungkasnya.
Terakhir, Ana menilai jika perusahaan dan bisnis harus segera mengadaptasi teknologi hybrid cloud, platform container dan edge computing untuk dapat memanfaatkan kemampuan-kemampuan teknologi tersebut dan mendorong pertumbuhan bisnis dalam ekonomi digital. (NM/FHP)