Telse.tid, Jakarta – OpenAI dan Microsoft juga tengah menyelidiki apakah DeepSeek menggunakan data dari ChatGPT untuk melatih model R1 dan V3 miliknya dan mendesak pemerinta AS unuk melarang penggunaannya.
Sebagai informasi, DeepSeek dikenal berhasil di dunai AI karena menawarkan model AI dengan performa yang diklaim sebanding atau bahkan lebih baik dari platform AI terkemuka lainnya, tetapi dengan biaya pengembangan yang jauh lebih rendah.
Keberhasilan ini langsung berdampak pada pasar saham, terutama bagi Nviia, pemasok chip AI terbesar di dunia. Investor mulai meragukan apakah perangkat keras terbaru NVIDIA masih relevan jika model AI seperti DeepSeek dapat mencapai tingkat performa tinggi dengan investasi yang lebih kecil.
BACA JUGA:
- Diduga Ada Pencurian Data OpenAI, Microsoft Selidiki DeepSeek
- Appdome Rilis Plugin di Smartphone untuk Cegah Spyware dari DeepSeek
Namun, beberapa ahli meragukan klaim DeepSeek mengenai biaya pengembangannya. Perkiraan yang lebih realistis menyebut angka investasi mencapai USD 1,6 miliar atau sekitar Rp 25 triliun. Alhasil ini membuat OpenAI dan Microsoft juga tengah menyelidiki apakah DeepSeek menggunakan data dari ChatGPT.
Lalu, jika penyelidikan ini terbukti, maka metode tersebut bisa menjadi alasan kuat mengapa DeepSeek mampu mengurangi biaya pelatihan AI secara signifikan.
Sebelumnya, OpenAI tidak menunjukkan sikap agresif terhadap DeepSeek. Bahkan, Sam Altman, CEO OpenAI, pernah menyatakan bahwa persaingan baru di industri AI adalah hal yang positif. Namun, situasi tampaknya mulai berubah.
Dalam sebuah surat resmi kepada pemerintah AS, OpenAI mengusulkan agar DeepSeek dilarang digunakan di kantor pemerintahan, sektor militer, dan pertahanan nasional. Perusahaan menggambarkan DeepSeek sebagai AI yang mendapat subsidi dari negara dan berada di bawah kendali pemerintah Tiongkok.
Beberapa lembaga dan negara bagian di AS sudah lebih dulu melarang akses ke DeepSeek, tetapi hingga saat ini belum ada keputusan resmi dari pemerintah federal terkait larangan ini.
Meskipun belum ada bukti konklusif bahwa pemerintah Tiongkok mengendalikan DeepSeek secara langsung, ada beberapa indikasi yang mengarah ke kemungkinan tersebut. Salah satunya adalah kecenderungan chatbot DeepSeek untuk menolak menjawab pertanyaan yang dianggap sensitif oleh Beijing. Namun, hal ini bisa jadi lebih berkaitan dengan kepatuhan terhadap hukum sensor di Tiongkok, mengingat server DeepSeek berbasis di negara tersebut.
Para pakar AI di AS khawatir bahwa lokasi server ini berpotensi memungkinkan pemerintah Tiongkok meminta akses ke data pengguna DeepSeek. Kekhawatiran ini mirip dengan yang pernah terjadi pada perusahaan teknologi Tiongkok lainnya, seperti Huawei, yang menghadapi larangan serupa di AS.
Dalam suratnya, OpenAI tidak hanya menyoroti DeepSeek, tetapi juga mengusulkan langkah-langkah lain untuk melindungi industri kecerdasan buatan di AS dari kemungkinan risiko keamanan nasional.
Salah satu usulan OpenAI adalah melarang penggunaan perangkat keras produksi Tiongkok, seperti chip Huawei Ascend, dalam infrastruktur teknologi AS. Selain itu, OpenAI juga mendorong larangan terhadap model AI yang melanggar privasi pengguna dan berpotensi menyebabkan pencurian kekayaan intelektual.
Perusahaan juga membandingkan DeepSeek dengan kasus Huawei, di mana risiko keamanan terkait AI bisa lebih besar jika infrastruktur kritis dibangun menggunakan model yang dapat dimanipulasi oleh pemerintah asing.
Terakhir, OpenAI juga meminta agar pemerintah AS memungkinkan penggunaan konten berhak cipta dalam pelatihan AI. Langkah ini, menurut OpenAI, diperlukan untuk memastikan bahwa AS tetap menjadi pemimpin dalam industri kecerdasan buatan.
BACA JUGA:
- Dianggap Kurang Aman, Pemerintah AS Mau Larang DeepSeek AI
- DeepSeek Diblokir di Korea Selatan, Ini Penyebab dan Dampaknya
Dengan semakin ketatnya persaingan di sektor AI global, regulasi terhadap teknologi ini kemungkinan akan terus berkembang. Baik OpenAI maupun DeepSeek kini berada dalam sorotan, dengan dampak besar terhadap masa depan AI di tingkat internasional.