Telset.id – Di tengah kebiasaan membawa ransel berat berisi laptop, charger, kamera, dan tablet, saya memutuskan untuk bereksperimen. Sebuah perjalanan kerja lima hari ke Singapura dan Johor Bahru menjadi panggungnya. Bukan untuk liburan, tapi untuk menjawab pertanyaan yang sering terdengar terlalu berani: bisakah sebuah smartphone menggantikan seluruh perangkat produktivitas dan konten saya?
Jawaban awalnya datang lebih cepat dari yang saya kira—berkat Galaxy AI di Samsung Galaxy Z Fold7. Fitur seperti Gemini Live, Generative Edit, dan Photo Assist membuat saya merasa tidak hanya membawa perangkat pintar, tapi asisten pribadi yang siap membantu kapan pun dibutuhkan. Saat memotret sebuah mural tua di Johor Bahru, saya cukup bertanya, “Apa arti mural ini?” dan jawaban lengkap langsung muncul di layar, lengkap dengan informasi kontekstual dan tautan tambahan. Semua tanpa perlu membuka Google.
Bahkan dalam proses editing, AI ini menjadi game changer. Foto biasa bisa dipoles jadi sekelas profesional hanya dalam beberapa ketukan. Objek yang mengganggu dihapus, sudut diperbaiki, latar belakang diisi ulang—semuanya real time dan tanpa aplikasi tambahan. Untuk video, saya menambahkan suara, mengatur durasi, hingga menyelesaikan editing langsung di perangkat. Tidak perlu laptop, tidak perlu render lama.

Setelah itu barulah saya memulai eksperimen sepenuhnya. Saya tinggalkan laptop, kamera, dan tablet. Hanya Fold7 yang saya bawa. Sejak pertama kali digenggam, perangkat ini terasa ringan dan kompak—tipis hanya 8,9 mm saat dilipat dan berbobot 215 gram. Namun semua berubah ketika dibuka di sebuah kafe kecil di kawasan Orchard. Layar 8 inci Dynamic AMOLED 2X-nya menyala terang dengan warna tajam dan kontras hidup. Seketika, kafe itu berubah menjadi ruang kerja pribadi saya.
Saya mulai menulis. Membuka Google Docs sambil sesekali mengecek referensi di Chrome dan berdiskusi dengan editor lewat WhatsApp. Semua dilakukan di satu layar berkat antarmuka One UI 8 yang mulus, serta fitur multitasking seperti split screen dan drag-and-drop yang intuitif. Untuk pertama kalinya, saya merasa bekerja di smartphone tidak lagi terasa sempit.
Di malam hari, saya keluar berburu gambar. Kamera 200MP Fold7 menjadi sahabat terbaik saya. Saya memotret Marina Bay Sands di bawah langit jingga, dengan detail lampu, air, dan siluet manusia yang terekam tajam. Saya mencoba zoom hingga 30x, dan tetap bisa melihat jelas pantulan lampu di balik kaca sebuah gedung. Fitur Nightography dan ProVisual Engine—bagian dari Galaxy AI—bekerja otomatis di balik layar, mengatur pencahayaan dan kontras tanpa perlu sentuhan manual.
Selama lima hari penuh, saya berjalan kaki rata-rata 15.000 langkah per hari. Mengambil ratusan foto, merekam video, menulis tiga artikel panjang, mengikuti rapat online, dan tetap aktif di media sosial—semuanya tanpa laptop, kamera, dan colokan listrik berulang. Baterai 4.400 mAh Fold7 tahan seharian, dan fast charging 25W mampu mengisi setengah kapasitas dalam 30 menit.
Yang membuat saya kagum adalah daya tahannya. Engsel generasi baru Fold7 diklaim mampu bertahan hingga 500.000 kali lipatan. Dalam penggunaan nyata, saya melipat dan membuka perangkat ini puluhan kali per hari tanpa ada celah longgar atau bunyi mencurigakan. Desainnya terasa matang, solid, dan siap menghadapi ritme kerja cepat.
Pelajarannya? Galaxy Z Fold7 bukan sekadar smartphone canggih. Ia adalah bukti bahwa mobilitas, kreativitas, dan produktivitas kini bisa disatukan dalam satu lipatan—terutama berkat kehadiran Galaxy AI yang menghapus batasan teknis. Untuk content creator, digital nomad, jurnalis, atau siapa pun yang ingin produktif di mana saja—Fold7 bukan hanya cukup. Ia lebih dari cukup.
Dan yang terpenting: setelah lima hari penuh bersamanya, saya tidak sekali pun merindukan laptop saya.