Ditanya Soal Ponsel BM, Xiaomi: Risiko Tanggung Sendiri

REKOMENDASI
ARTIKEL TERKAIT

Telset.id, Jakarta – Peredaran ponsel BM atau black market di Indonesia sudah pada titik yang mengkhawatirkan. Kerugian negara akibat peredaran ponsel BM telah mencapai Rp 1 triliun per tahun. Salah satu merek ponsel yang paling banyak ditemukan “versi BM-nya” adalah Xiaomi.

Menanggapi hal itu, Country Manager Xiaomi Indonesia, Steven Shi mengatakan bahwa konsumen yang membeli ponsel BM Xiaomi, dipastikan tidak mendapatkan layanan after sales service dengan baik.

Menurutnya, konsumen yang membeli produk BM telah membayar produk sekaligus menanggung risiko kerusakan sendiri.

“Xiaomi di sini melayani konsumen dan para Mi Fans Indonesia,” kata Steven, saat ditemui tim Telset.id, di Jakarta, Selasa (06/11/2018).

“Untuk ponsel BM, konsumen dipastikan tidak mendapatkan layanan after sales service. Dengan membeli ponsel BM, maka Anda telah membayar produk yang risikonya ditanggung sendiri,” sambung Steven.

Sekadar informasi, ponsel BM adalah ponsel yang beredar tidak resmi, tanpa memiliki garansi dari distributor resmi yang ditunjuk oleh perusahaan induk atau produsen ponsel. Secara fisik, ponsel BM sebenarnya tidak ada bedanya dengan “ponsel legal”, karena sama persis dengan yang masuk secara legal.

Selain itu, Steven juga menegaskan bahwa ponsel BM membahayakan nama baik brand Xiaomi. Dan juga, keberadaan ponsel BM yang “masih dinikmati konsumen” sampai sekarang, sebenarnya sangat tidak mendukung gerakan digitalisasi di Indonesia yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo.

“Kami ingin membantu masyarakat Indonesia menuju digitalisasi. Presiden Jokowi selalu berbicara soal digital ekonomi di Indonesia, dan kami ingin mendukung gerakan itu. Tapi, produk BM sangat membahayakan bagi brand Xiaomi. Ponsel BM juga sangat tidak mendukung gerakan digitalisasi di Indonesia,” jelasnya.

Oleh sebab itu, ia merekomendasikan kepada konsumen Indonesia untuk membeli produk resmi Xiaomi yang didistribusikan oleh distributor resmi dan telah melewati aturan yang berlaku.

Ia juga menjelaskan beberapa keuntungan yang didapat konsumen jika membeli ponsel legal, ketimbang ponsel BM.

Pertama konsumen akan mendapatkan layanan after sales service yang jauh lebih baik. Xiaomi akan mengganti perangkat pengguna apabila mereka tidak bisa memperbaiki ponsel pengguna yang rusak dalam jangka waktu 7 hari setelah dilakukan servis.

Kedua, Xiaomi juga memberikan akses layanan servis yang mudah, melalui Mi Authorized Service Center yang tersebar di kota-kota Indonesia.

“Kami merekomendasikan konsumen Indonesia untuk membeli produk official dari Xiaomi di sini,” ucap Steven.

“Memang, saya tidak bisa menjamin 100% produk kami di sini tidak ada masalah. Tapi, kemungkinannya sangat rendah, dan kami tahu karena kami selalu memberikan layanan dan produk terbaik ke pengguna,” pungkasnya.

Sertifikat Palsu

Sebelumnya tim Telset.id menulis hasil investigasi tentang peredaran ponsekl BM di Indonesia dengan modus pemalsuan sertifikat SDPPI, yang dijual bebas tanpa ada penindakan dari pihak regulator, dalam hal ini Kominfo.

Hal itu dibuktikan dari hasil investigasi tim Telset.id, yang menemukan sejumlah merek ponsel yang dijual para importir atau distributor tidak resmi di Indonesia menggunakan sertifikat palsu. Ponsel-ponsel BM dengan sertifikat palsu itu sangat mudah didapatkan di lapak-lapak toko fisik dan juga online shop. Anehnya, semua ponsel BM itu “bersertifikat”.

Salah satu merek ponsel yang dari dulu terkenal banyak ponsel BM-nya adalah Xiaomi. Menurut hasil pengamatan kami, para distributor nakal ini sangat senang memasukkan ponsel BM merek Xiaomi karena memang peminatnya banyak di Indonesia. Tak heran, ponsel BM merek Xiaomi selalu membanjiri lapak gelap, karena para distributor nakal bisa meraup untung besar.

Apakah cuma Xiaomi? Tentu saja tidak. Karena hampir semua merek ponsel ada “versi BM-nya”. Mulai dari Samsung, iPhone, Huawei, Asus, LG, Sony, dan masih banyak lagi. Bahkan, iPhone menjadi merek kedua terbanyak setelah Xiaomi yang ada di pasar gelap.

Untuk membuktikan aksi tipu-tipu para distributor ini, kami memutuskan untuk melakukan investigasi langsung ke lapangan. Dan akhirnya kami menemukan salah satu ponsel yang terindikasi ponsel BM, yakni Xiaomi 6X dan Xiaomi Mi A2. Keduanya sejatinya adalah satu produk yang sama tapi dipasarkan dengan nama yang berbeda, tergantung wilayah pemasarannya.

Khusus untuk Xiaomi 6X ini menarik, karena sejatinya tidak dipasarkan secara resmi di Indonesia, tapi bisa dengan mudah ditemukan di sentra-sentra ponsel di Jakarta, maupun di toko-toko online. Ponsel Xiaomi 6X yang kami beli, ditawarkan dengan garansi distributor “B-Cell”. Saat memutuskan untuk membelinya, kami tertarik dengan stiker sertifikat SDPPI yang tertera di kardusnya, karena terindikasi bodong alias palsu.

Indikasi sertifikatnya palsu karena kami melihat sertifikat SDPPI yang tertulis di kardusnya diterbitkan tahun 2014. Sementara Xiaomi 6X sendiri baru dirilis tahun 2018. Untuk membuktikannya, kami coba mengecek nomor sertifikat tersebut di website Ditjen SDPPI (https://sertifikasi.postel.go.id), untuk mengetahui apakah sertifikat itu resmi terdaftar atau tidak. [FHP/HBS]

Baca juga berita terkait Seribu Akal Distributor Nakal di Lapak Ponsel BM dan Sengkarut Ponsel BM: Modus Baru Masalah Lama.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini


ARTIKEL TEKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI