Telset.id – Dunia game online kembali diguncang sengketa hukum yang melibatkan raksasa teknologi. Tencent, konglomerat asal China, secara mengejutkan setuju untuk menghentikan seluruh promosi dan uji publik untuk game terbarunya, Light of Motiram. Keputusan ini bukan tanpa alasan, melainkan respons langsung atas gugatan yang dilayangkan Sony, yang menuding game tersebut sebagai “klon tiruan” dari franchise andalannya, Horizon. Apa implikasinya bagi industri dan masa depan game yang kontroversial ini?
Berdasarkan laporan dari TheGamePost, Tencent telah menyampaikan dokumen resmi ke pengadilan yang berisi komitmen untuk tidak melakukan “promosi baru atau pengujian publik” terhadap Light of Motiram. Langkah ini ditempuh sementara proses hukum atas permohonan injunction (penyitaan sementara) dari Sony masih berjalan. Sebagai imbalannya, Sony memberikan Tencent waktu tambahan untuk merespons permohonan tersebut. Ini adalah sebuah gencatan senjata sementara di meja hijau, tetapi pertempuran sesungguhnya belum berakhir. Tencent sendiri telah mengajukan permohonan untuk membatalkan seluruh gugatan, dan kedua belah pihak sepakat untuk menjadwalkan sidang untuk kedua permohonan itu di hari yang sama, kemungkinan pada Januari mendatang.

Bagi yang belum familiar, Light of Motiram adalah game berburu dunia terbuka yang, sejak pertama kali diumumkan, langsung memantik perbandingan dengan Horizon Zero Dawn dan Horizon Forbidden West. Kesamaannya begitu mencolok, mulai dari konsep dasar manusia berburu mesin di alam pascakiamat, desain visual karakter, hingga materi pemasarannya. Kemiripan inilah yang membuat Sony, dalam dokumen gugatannya, menyebut Light of Motiram sebagai “klon yang dibuat dengan sangat mirip” (slavish clone). Ungkapan itu bukan sekadar hiperbola; ia mencerminkan kekhawatiran mendalam Sony terhadap potensi pengikisan nilai intelektual dan pasar dari franchise yang telah dibangun dengan investasi besar.
Lebih Dari Sekedar Mirip: Di Mana Batas Inspirasi dan Plagiarisme?
Pertanyaan mendasar yang mengemuka adalah: di mana batas antara terinspirasi dan menjiplak? Industri game memang penuh dengan genre dan mekanika yang saling mempengaruhi. Namun, kasus Light of Motiram ini menarik karena menyerang langsung ke identitas visual dan naratif yang sangat khas. Horizon bukan sekadar game berburu robot; ia memiliki estetika suku pascakiamat yang unik, desain mesin berbasis fauna, dan cerita yang kompleks. Ketika elemen-elemen khas itu muncul dalam bentuk yang sangat serupa di produk lain, batas itu menjadi kabur.
Tencent, di sisi lain, tentu memiliki pembelaan. Perusahaan raksasa yang juga memiliki Riot Games (League of Legends), Supercell (Clash of Clans), dan kepemilikan saham di Epic Games serta Ubisoft ini mungkin akan berargumen bahwa ada perbedaan mendasar. Jika Horizon adalah adventure game third-person yang kuat narasinya, Light of Motiram diklaim lebih fokus sebagai game survival kooperatif. Namun, pertanyaannya, apakah perbedaan genre cukup untuk mengatasi kemiripan visual yang begitu mencolok di mata konsumen biasa? Inilah yang akan menjadi bahan perdebatan sengit di pengadilan.
Strategi Tencent dan Dampaknya di Pasar Global
Keputusan Tencent untuk mundur sementara dari promosi adalah langkah strategis yang patut dicermati. Ini menunjukkan bahwa gugatan Sony bukanlah hal yang bisa dianggap remeh, bahkan oleh raksasa sekaliber Tencent. Dengan menunda peluncuran dan menghilangkan dari sorotan, Tencent mungkin berusaha meredam keributan publik dan fokus pada pertahanan hukum. Namun, langkah ini juga memiliki konsekuensi bisnis. Momentum pemasaran yang telah dibangun bisa hilang, dan antusiasme komunitas bisa meredup.
Kasus ini juga menyoroti strategi ekspansi Tencent di pasar game global. Sebagai perusahaan dengan portofolio investasi yang sangat luas, Tencent seringkali masuk melalui pendanaan atau akuisisi. Pengembangan game “asli” yang langsung bersaing dengan IP besar dunia seperti ini menunjukkan ambisi yang berbeda. Apakah Light of Motiram adalah uji coba untuk melihat sejauh mana mereka bisa menduplikasi kesuksesan formula Barat? Jika ya, maka respons keras dari Sony ini bisa menjadi pelajaran berharga tentang betapa ketatnya perlindungan hak kekayaan intelektual di pasar tersebut.
Lalu, apa yang bisa dipelajari dari insiden ini bagi kita sebagai pemain dan pengamat industri? Pertama, era di mana kemiripan game bisa dengan mudah “dilupakan” mungkin sudah berakhir. Perusahaan-perusahaan besar kini lebih agresif dalam melindungi aset kreatif mereka. Kedua, ini menjadi pengingat bahwa dalam kreativitas, inspirasi harus melahirkan inovasi, bukan duplikasi. Pasar game global semakin matang, dan pemain semakin cerdas dalam membedakan yang orisinal dari yang sekadar mengekor.
Nasib Light of Motiram kini menggantung pada putusan hakim. Apakah game ini akan muncul kembali dengan perubahan desain yang signifikan, atau justru hilang ditelan gugatan? Satu hal yang pasti: gugatan Sony vs Tencent ini telah mencatatkan babak baru dalam perdebatan panjang tentang orisinalitas, inspirasi, dan batasan hukum di dunia digital yang terus berkembang. Kita tunggu saja kelanjutannya di awal tahun depan.

