Bayangkan mengisi daya mobil listrik Anda secepat mengisi bensin di SPBU. Itulah mimpi yang diusung BYD dan Huawei dengan teknologi charging megawatt (MW) terbaru mereka. Tapi benarkah janji “80% daya dalam 15 menit” ini bisa direalisasikan di dunia nyata?
Industri kendaraan listrik (EV) sedang mengalami lompatan besar dalam teknologi pengisian cepat. BYD baru-baru ini memamerkan “megawatt flash charging” yang mampu mencapai 1000kW dengan konektor tunggal dan 1360kW dengan dual konektor. Angka ini melampaui teknologi ultra-fast charging Tesla V4 Supercharger (500kW) maupun Zeekr V3 (800kW).
Tapi seperti biasa, di balik angka spektakuler tersimpan sederet tantangan teknis dan ekonomi. Mari kita kupas lebih dalam revolusi charging ini sebelum terlalu larut dalam euforia.
Perang Angka Charging: Siapa Paling Kencang?
Persaingan teknologi charging megawatt sedang memanas:
- BYD: 1000kW (single connector), 1360kW (dual connector)
- Huawei: 1.5MW (fokus pada truk komersial)
- Zeekr: 1.2MW dengan pendingin cair
Huawei secara halus mencoba menggeser BYD dengan mengumumkan charger 1.5MW, meski target pasarnya berbeda. “Teknologi ini terutama untuk pasar truk komersial yang membutuhkan energi lebih besar,” jelas perwakilan Huawei, menggemakan strategi Tesla dengan Supercharger Mobile 750kW untuk Semi Truck.
Realita Pahit di Balik Angka Spektakuler
Pengalaman nyata pengguna EV seringkali jauh dari klaim pabrikan:
- Klaim “80% dalam 15 menit” biasanya memakan waktu 30+ menit
- Faktor pembatas: voltase, arus, platform baterai kendaraan
- Tahap trickle-charging (pengisian akhir) memperlambat proses
“Untuk mencapai 1MW, dibutuhkan kondisi stabil 1000V dan 1000A secara terus-menerus – sesuatu yang sulit dipertahankan di lapangan,” jelas seorang insinyur yang enggan disebutkan namanya.
Biaya Gila-Gilaan di Balik Charger Super Cepat
Infrastruktur charging di atas 500kW bukan main mahalnya:
- Harga charger pendingin cair: 80.000-120.000 yuan (Rp1,7-2,6 miliar)
- 3-5 kali lebih mahal dari charger pendingin udara konvensional
- Biaya operasional tambahan untuk penggantian cairan pendingin
Dengan harga segitu, wajar jika stasiun charging ultra-fast masih sangat jarang. “Lebih penting memiliki jaringan charging yang luas daripada beberapa titik super cepat,” keluh Andi, pemilik EV di Jakarta.

Solusi BYD: Baterai Penyangga dan Kecerdasan Buatan
BYD menyadari beban charging megawatt pada jaringan listrik:
- Sistem penyimpanan energi 1.5MWh di stasiun charging
- Platform cloud memantau beban jaringan secara real-time
- Penyesuaian daya charging secara dinamis
Tapi solusi ini punya kelemahan: begitu cadangan energi habis, charging ultra-fast tidak bisa dilakukan sampai sistem terisi kembali.
Pertanyaan besarnya: seberapa sering kita benar-benar butuh charging super cepat? Untuk harian, charging di mal atau kantor selama beberapa jam sudah lebih dari cukup. Teknologi megawatt mungkin hanya relevan di lokasi strategis seperti jalan tol atau SPBU konversi.
BYD mengklaim akan membuka teknologi flash charging-nya untuk industri luas. Kolaborasi dengan modal sosial diharapkan bisa mempercepat pembangunan infrastruktur megawatt. Tapi dengan semua tantangan teknis dan ekonomi ini, mungkin kita perlu menahan euforia dulu.
Yang jelas, perang charging megawatt ini baru babak pertama. Siapa yang akan memenangkan hati (dan dompet) konsumen EV? Waktu yang akan menjawab.