Pernahkah Anda merasa ponsel cepat panas dan baterai terkuras habis hanya karena sedang mencari sinyal atau membagikan hotspot? Sensasi yang menjengkelkan itu mungkin akan kembali menghantui salah satu varian flagship terbaru Samsung tahun depan. Bocoran terbaru mengindikasikan bahwa chipset andalan untuk Galaxy S26 dan S26+ di beberapa wilayah, Exynos 2600, akan mengadopsi pendekatan desain yang tak biasa: modem selulernya tidak terintegrasi.
Di era di mana efisiensi adalah segalanya, langkah Samsung ini terasa seperti mundur beberapa langkah. Selama bertahun-tahun, tren industri telah bergerak menuju System-on-a-Chip (SoC) yang lebih terpadu, di mana komponen penting seperti CPU, GPU, dan modem disatukan dalam satu die silikon. Integrasi ini bukan tanpa alasan. Ia memangkas jarak tempuh data, mengurangi konsumsi daya, dan pada akhirnya, menghemat baterai pengguna. Lantas, mengapa Samsung, dengan proses manufaktur 2nm yang diagung-agungkan, justru memilih untuk memisahkan modem pada Exynos 2600?
Keputusan ini bukan sekadar rumor belaka. Seorang pejabat Samsung Semiconductor telah mengonfirmasi kepada Android Authority bahwa chip berbasis 2nm tersebut memang menggunakan modem eksternal. Detail ini membuka kotak Pandora pertanyaan tentang strategi, kompromi, dan dampak nyata yang akan dirasakan oleh calon pengguna Galaxy S26. Apakah ini langkah pragmatis untuk mengamankan produksi, atau sebuah trade-off yang akan berdampak pada pengalaman sehari-hari?
Mengulang Sejarah: Pelajaran Pahit dari Modem Terpisah
Untuk memahami potensi risiko dari keputusan Samsung, kita bisa melihat ke belakang, tepatnya ke tahun 2020. Saat itu, Qualcomm merilis Snapdragon 865, chipset flagship yang juga menggunakan modem eksternal, Snapdragon X55. Meski menawarkan performa CPU dan GPU yang tangguh, konfigurasi tersebut menuai kritik. Banyak ulasan dan pengguna melaporkan bahwa ponsel dengan Snapdragon 865 cenderung lebih boros daya dan lebih cepat panas saat melakukan tugas-tugas yang berat secara konektivitas, seperti gaming online, streaming video berkualitas tinggi di jaringan seluler, atau penggunaan hotspot yang berkepanjangan.
Alasannya sederhana secara fisika. Ketika modem berada di luar paket SoC utama, data harus melakukan perjalanan lebih jauh antara prosesor dan modem. Perjalanan ini membutuhkan lebih banyak energi dan menghasilkan panas tambahan. Dalam kondisi sinyal yang lemah, di mana ponsel terus-menerus berusaha mencari dan mempertahankan koneksi, dampaknya bisa lebih parah. Exynos 2400 dan Exynos 2500 yang menggunakan modem terintegrasi dirancang untuk menghindari masalah persis seperti ini.
Lalu, modem apa yang akan mendampingi Exynos 2600? Tipster Erencan Yilmaz menyebutkan bahwa modem tersebut diduga adalah Exynos 5410. Pertanyaannya, apakah Samsung telah menemukan cara untuk meminimalkan inefisiensi yang melekat pada desain terpisah ini? Ataukah pengguna Exynos Galaxy S26 harus bersiap dengan sedikit pengorbanan pada ketahanan baterai, terutama saat aktif menggunakan data seluler, panggilan, atau fitur hotspot?
Baca Juga:
Strategi di Balik Pemisahan: Efisiensi Produksi vs. Efisiensi Daya
Mengapa Samsung mengambil risiko ini? Analisis mengarah pada dua faktor utama: biaya dan yield produksi. Exynos 2600 adalah chip pertama Samsung yang diproduksi menggunakan node proses 2nm. Teknologi baru selalu datang dengan tantangan. Yield—persentase chip yang berfungsi sempurna dari setiap wafer silikon—biasanya masih rendah di tahap awal produksi.
Dengan memisahkan modem yang kompleks dari die utama, Samsung secara teoritis dapat menyederhanakan desain chip 2nm-nya. Ini berpotensi meningkatkan yield produksi, mengurangi biaya per unit chip yang layak pakai, dan mempercepat volume produksi. Selain itu, seperti dicatat oleh Android Authority, desain eksternal dapat membebaskan ruang berharga pada die utama untuk komponen lain, seperti unit pemrosesan AI atau GPU yang lebih kuat.
Namun, ini jelas sebuah kompromi. Penghematan biaya dan kemudahan produksi untuk Samsung mungkin akan dibayar dengan sedikit penurunan efisiensi daya di sisi pengguna. Dalam pasar yang semakin kompetitif, di mana ketahanan baterai menjadi salah satu faktor pembelian utama, trade-off semacam ini tidak bisa dianggap remeh. Apalagi mengingat varian Galaxy S26 yang menggunakan Snapdragon 8 Gen 5 (atau nama apapun nantinya) dipastikan akan tetap mengusung modem terintegrasi, menciptakan perbedaan pengalaman yang nyata antara dua varian chipset dalam seri yang sama.
Menanti Bukti Nyata: Eksekusi adalah Segalanya
Samsung sendiri belum memberikan penjelasan rinci tentang bagaimana konfigurasi modem eksternal ini akan mempengaruhi ketahanan baterai dalam penggunaan dunia nyata. Semua prediksi dan kekhawatiran saat ini masih bersifat spekulatif, berdasarkan pada prinsip desain dan pengalaman historis. Realitasnya bisa lebih baik, atau malah lebih buruk, dari yang dibayangkan.
Keberhasilan akhirnya akan sangat bergantung pada eksekusi Samsung. Seberapa baik mereka dapat mengoptimalkan komunikasi antara Exynos 2600 dan modem Exynos 5410? Seberapa efisien modem eksternal itu sendiri? Dan yang terpenting, seberapa canggih teknologi 2nm dalam menekan konsumsi daya secara keseluruhan sehingga dapat mengimbangi potensi inefisiensi dari modem terpisah?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini hanya akan menjadi jelas ketika perangkat Galaxy S26 yang ditenagai Exynos mulai diuji secara menyeluruh dan akhirnya sampai di tangan konsumen awal tahun depan. Sampai saat itu, bagi pengguna yang sangat memprioritaskan efisiensi konektivitas dan ketahanan baterai, varian Snapdragon mungkin masih menjadi pilihan yang lebih aman. Sebuah laporan terpisah bahkan mengisyaratkan dominasi Snapdragon di lini Galaxy S26, yang bisa Anda baca lebih lanjut dalam artikel tentang prediksi Qualcomm bahwa 75% Galaxy S26 akan pakai Snapdragon.
Keputusan untuk menggunakan modem eksternal pada Exynos 2600 adalah pengingat bahwa inovasi teknologi tidak selalu bergerak linear. Terkadang, kemajuan di satu area (seperti node proses 2nm) membutuhkan langkah mundur yang disengaja di area lain (integrasi modem) demi alasan strategis yang lebih besar. Bagi Samsung, ini adalah taruhan untuk memastikan kelancaran produksi chip mutakhirnya. Bagi kita sebagai calon konsumen, ini adalah penanda untuk bersikap lebih kritis dan menunggu bukti nyata sebelum memutuskan varian mana yang layak untuk dibeli. Bagaimanapun, seperti biasa dalam dunia teknologi, penilaian akhir bergantung pada eksekusi, bukan sekadar spesifikasi di atas kertas. Dan kabar tentang chipset 2nm ini juga memicu spekulasi untuk perangkat lain, seperti yang dibahas dalam bocoran mengenai kemungkinan Exynos 2600 di Galaxy Z Flip 8.

