Telset.id – Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Meutya Hafid menekankan pentingnya kontrol diri dalam penggunaan perangkat dan platform digital. Tanpa kesadaran untuk mengendalikan, masyarakat berisiko menghabiskan waktu berlebihan di media sosial secara tidak sadar, yang berpotensi berdampak pada kesehatan mental, terutama pada anak dan remaja.
Pernyataan ini disampaikan Meutya dalam acara Temu Nasional Pegiat Literasi Digital di Jakarta, Rabu (11/12/2024). Dia menggarisbawahi bahwa literasi digital tidak lagi sekadar seruan untuk bijak berinternet, tetapi memerlukan pendekatan yang lebih inovatif dan kontekstual dengan tantangan kekinian.
“Ini kenapa kita perlu hadir untuk menyadarkan, mengetuk hati, bahwa penggunaan digital itu memang harus cermat, harus bijak, dan harus dikontrol penuh oleh si manusianya,” kata Meutya Hafid, seperti dikutip dari ANTARA.
Dampak Media Sosial pada Kesehatan Mental Generasi Muda
Meutya secara khusus menyoroti pengaruh buruk penggunaan platform digital berlebihan terhadap kondisi psikologis anak-anak dan remaja. Paparan terus-menerus terhadap berbagai informasi, termasuk konten negatif, di media sosial dinilai dapat memengaruhi stabilitas emosi dan kesehatan mental.
“Secara kesehatan juga sudah ada data-data yang mengatakan bahwa anak-anak terdampak mental illness, gangguan mental, menjadi sesuatu yang sekarang menjadi semakin banyak diperbincangkan di tengah ranah digital yang begitu cepat (berkembang) ini,” jelas Meutya.
Fenomena ini semakin menguat seiring dengan transformasi gaya hidup digital Indonesia yang terus berakselerasi. Kecepatan arus informasi dan karakter platform yang dirancang untuk engagement tinggi menuntut kewaspadaan ekstra dari pengguna.
Meutya juga mengutip peringatan dari para ahli kesehatan mengenai pengaruh konten berdurasi pendek, yang marak di ruang digital, terhadap kemampuan kognitif. Paparan konten-konten cepat saji tersebut diduga memengaruhi rentang perhatian dan daya ingat terhadap materi yang lebih panjang.
“Katanya para ahli kesehatan, time span ingatan manusia juga menjadi agak sulit untuk menerima bahan yang panjang,” ujarnya. Hal ini menunjukkan bahwa dampak teknologi digital tidak hanya bersifat psikologis, tetapi juga neurologis, mengubah cara otak memproses informasi.
Baca Juga:
Redefinisi Literasi Digital: Dari Basa-basi ke Aksi Konkret
Menanggapi kompleksitas tantangan ini, Menkominfo mendorong para pegiat, termasuk Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (RTIK), untuk mengembangkan metode yang lebih kreatif dalam meningkatkan literasi digital masyarakat. Pendekatan konvensional dinilai sudah tidak memadai.
“Karena enggak cukup lagi mengatakan ‘nyalakan internet, gunakan secara bijak’,” tegas Meutya. Literasi digital harus bergerak melampaui slogan dan masuk ke dalam penyediaan konten-konten edukatif yang relevan dengan ancaman aktual.
Sebagai contoh, dia menyebutkan pentingnya konten yang mengajarkan cara mengenali hoaks dan berbagai modus penipuan digital yang terus berevolusi. Kejahatan siber berkembang sangat dinamis, sehingga materi edukasi juga harus terus diperbarui.
“Karena orang itu melakukan kejahatan penipuan digital itu hari per hari ilmunya berbeda-beda. Kita baru tahu ilmu penipuan ini, mereka sudah nipu dengan cara lainnya. Nah ini yang memang harus kita redefinisi agar literasinya tidak seperti basa-basi,” papar Meutya.
Pendekatan proaktif dan preventif semacam ini sejalan dengan upaya melindungi masyarakat di tengah maraknya layanan digital, termasuk keuangan. Seperti halnya pentingnya kehati-hatian dalam menggunakan dompet digital terpadu, kesadaran akan keamanan dan batasan penggunaan platform media sosial juga mutlak diperlukan.
Imbauan untuk kontrol diri di ruang digital ini juga relevan dalam konteks perkembangan kecerdasan buatan (AI) yang masif. Penggunaan teknologi AI yang tidak terkendali berpotensi menimbulkan ketergantungan baru. Literasi digital yang kuat menjadi benteng utama untuk mencegah hal tersebut, sekaligus memastikan masyarakat dapat memanfaatkan kemajuan teknologi, seperti yang terjadi pada platform AI generatif tertentu, secara sehat dan produktif.
Pesan Menkominfo ini pada intinya mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama membangun ekosistem digital Indonesia yang tidak hanya cerdas secara teknologi, tetapi juga sehat secara mental dan sosial. Literasi menjadi kunci untuk mengubah pengguna dari sekadar konsumen pasif menjadi individu yang kritis, mampu mengendalikan teknologi, dan melindungi diri serta keluarganya dari dampak negatifnya.

