Telset.id – Ketika bencana melanda dan infrastruktur komunikasi runtuh, apa yang tersisa? Dalam situasi kritis seperti banjir bandang yang meluluhlantakkan Sumatera, sebuah koneksi internet bisa berarti perbedaan antara hidup dan mati. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menjawab tantangan itu dengan langkah konkret: memasang 15 unit perangkat internet satelit Starlink di kabupaten dan kota terdampak. Ini bukan sekadar instalasi teknologi, melainkan upaya vital untuk menjaga denyut nadi koordinasi penanganan krisis tetap berdetak.
Bayangkan Anda adalah tenaga medis di puskesmas terpencil di Aceh Timur. Listrik padam, sinyal seluler hilang, sementara ratusan korban luka membutuhkan rujukan segera ke rumah sakit yang lebih lengkap. Bagaimana mengoordinasikan ambulans? Bagaimana mengirimkan data pasien? Dalam kekacauan pasca-bencana, kehilangan komunikasi sama dengan memutuskan tali penyelamat. Itulah mengapa kehadiran Starlink, yang diinisiasi Kemenkes, menjadi penopang yang sangat krusial. Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, Agus Jamaludin, menegaskan, pemasangan ini adalah strategi untuk memastikan komunikasi penanganan krisis tetap berjalan meski infrastruktur dasar porak-poranda.
“Dengan Starlink, kita memastikan koordinasi, pengiriman bantuan, dan rujukan medis tetap berjalan dengan cepat dan akurat,” tegas Agus dalam keterangan tertulis pada Ahad, 7 Desember 2025. Pernyataan itu bukan retorika kosong. Dalam hitungan jam setelah bencana, jaringan komunikasi darurat ini telah menjadi tulang punggung operasi penyelamatan, memungkinkan informasi mengalir dari titik terdampak paling parah ke pusat kendali. Upaya ini sejalan dengan langkah besar lainnya untuk memulihkan konektivitas, seperti yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika melalui program 10 Lokasi Internet Satelit Komdigi Pulihkan Koneksi di Aceh-Sumut-Sumbar.
Lalu, di mana saja titik-titik vital yang kini telah terhubung dengan jaringan darurat ini? Peta penyebarannya menunjukkan fokus pada wilayah dengan tingkat kerusakan infrastruktur paling parah. Di Provinsi Aceh, terdapat 9 unit Starlink yang telah terpasang. Tiga unit di antaranya berada di Aceh Tamiang, dua unit di Aceh Timur, dan masing-masing satu unit di Kota Langsa, Pidie Jaya, serta Bener Meriah. Sebagai pusat komando, satu unit tambahan juga ditempatkan di Health Emergency Operation Center (HEOC) Provinsi Aceh. Distribusi ini menunjukkan pendekatan yang strategis: menempatkan sumber daya di lokasi yang paling membutuhkan sekaligus memastikan koordinasi dari tingkat provinsi.
Perpindahan ke Provinsi Sumatera Utara, kita temukan 5 unit Starlink yang beroperasi. Perangkat-perangkat ini tersebar di Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Mandailing Natal, dan Langkat—masing-masing satu unit. Sama seperti di Aceh, satu unit kunci juga dipasang di HEOC Provinsi Sumatera Utara untuk mengintegrasikan seluruh informasi dari lapangan. Sementara itu, di Sumatera Barat, satu unit Starlink dipasang di Kabupaten Agam sebagai lokasi prioritas terdampak. “Komunikasi adalah kunci dalam setiap respon kedaruratan,” ucap Agus Jamaludin, menggarisbawahi filosofi di balik penyebaran perangkat ini. Tantangan pemulihan komunikasi ini juga dirasakan di tingkat daerah, seperti permintaan Bupati Aceh Utara Minta Bantuan Komdigi Pulihkan Jaringan Komunikasi yang menunjukkan urgensi yang sama.
Baca Juga:
Fungsi Starlink dalam konteks bencana ini jauh melampaui sekadar menyediakan akses internet biasa. Jaringan ini menjadi sarana vital untuk tiga hal utama: koordinasi logistik bantuan kemanusiaan, proses rujukan pasien yang cepat dan tepat, serta pelaporan situasi real-time dari lapangan. Ketika jalur darput terputus dan bandara kecil tidak beroperasi, informasi akurat tentang stok logistik, obat-obatan, dan kebutuhan medis menjadi komoditas yang paling berharga. Starlink memungkinkan data itu dikirimkan tanpa terhalang oleh menara BTS yang roboh atau kabel fiber optik yang putus. Kemenkes sendiri menyatakan kesiapan untuk menambah perangkat Starlink apabila diperlukan, menunjukkan fleksibilitas dalam merespons dinamika lapangan.
Latar belakang keputusan ini tentu sangat berat. Data sementara dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 8 Desember 2025 mencatat korban tewas mencapai 950 orang akibat banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Jumlah korban hilang tercatat 274 orang, sementara yang terluka mencapai 5 ribu orang. Dalam bayangan statistik pilu ini, pemulihan infrastruktur berjalan tertatih-tatih. Akses jaringan listrik di tiga provinsi masih dalam proses pemulihan oleh PT PLN (Persero). Sementara itu, jaringan internet di sejumlah titik—seperti yang dilaporkan dalam analisis mendalam tentang 495 site telekomunikasi yang lumpuh—masih sangat sulit diakses karena fasilitas komunikasi hancur diterjang banjir.
Inisiatif Kemenkes ini bukanlah satu-satunya. Upaya serupa juga dilakukan oleh institusi lain seperti Kepolisian Republik Indonesia yang memasang puluhan unit Starlink. Namun, penempatan oleh Kemenkes memiliki nuansa khusus: fokus pada aspek kesehatan dan medis. Dalam situasi dimana waktu sangat berarti bagi korban luka, kemampuan untuk melakukan konsultasi jarak jauh dengan spesuis di rumah sakit rujukan, atau mengirimkan foto hasil rontgen darurat, dapat menyelamatkan nyawa. Ini adalah penerapan teknologi yang benar-benar menyentuh sisi kemanusiaan yang paling mendasar.
Langkah ini juga menarik perhatian dari level global, menunjukkan bahwa dampak bencana di Indonesia telah menyentuh perhatian dunia. Seperti dilaporkan Tim Cook Siapkan Bantuan, Banjir Indonesia Jadi Perhatian CEO Apple, bencana ini memicu respons dari pemimpin teknologi internasional. Upaya Kemenkes dengan Starlink adalah bagian dari mozaik respons nasional yang lebih besar, yang menggabungkan sumber daya dalam negeri dengan teknologi mutakhir untuk mengatasi keadaan darurat.
Jadi, apa yang kita pelajari dari pemasangan 15 Starlink di Sumatera ini? Ini adalah pengakuan bahwa di era modern, penanggulangan bencana tidak lagi hanya tentang tenda dan makanan siap saji. Ini tentang data, konektivitas, dan kecepatan informasi. Starlink, dalam konteks ini, adalah lebih dari sekadar terminal internet; ia adalah jembatan komunikasi yang menjaga agar isolasi tidak memperparah penderitaan. Ketika gemuruh air banjir telah mereda dan proses pemulihan mulai berjalan, kehadiran jaringan darurat ini akan terus menjadi pengingat: di tengah kehancuran, menjaga agar suara permintaan tolong tetap terdengar adalah langkah pertama menuju pemulihan.

