Telset.id – Dalam dunia teknologi yang penuh persaingan, perang bakat seringkali menjadi pertempuran yang tak terlihat namun paling menentukan. Kabar terbaru yang dilansir Bloomberg mengonfirmasi satu pergerakan strategis yang bisa mengubah peta persaingan: Alan Dye, Wakil Presiden Desain Antarmuka Manusia Apple, telah direkrut oleh Meta. Ini bukan sekadar pindah perusahaan biasa. Ini adalah perebutan salah satu arsitek di balik “jiwa” visual produk Apple pasca-era Jony Ive.
Sejak Ive meninggalkan Apple pada 2019, Alan Dye memegang peran kunci dalam menentukan look and feel produk-produk ikonik perusahaan tersebut. Kini, ia akan membawa keahliannya ke Meta, bekerja di bawah Chief Technology Officer Andrew Bosworth. Tugasnya? Memimpin sebuah studio desain baru yang ambisius. Studio ini, menurut pengumuman CEO Meta Mark Zuckerberg di Threads, akan mengawasi desain perangkat keras, perangkat lunak, dan produk-produk kecerdasan buatan (AI). “Studio baru ini akan menyatukan desain, fashion, dan teknologi untuk mendefinisikan generasi berikutnya dari produk dan pengalaman kami,” tulis Zuckerberg. “Ide kami adalah memperlakukan kecerdasan sebagai material desain baru dan membayangkan apa yang menjadi mungkin ketika ia melimpah, mampu, dan berpusat pada manusia.”
Lantas, apa arti semua ini bagi kedua raksasa teknologi ini? Bagi Apple, kepergian Dye adalah kehilangan signifikan di tengah upaya mereka memperkuat identitas desain baru. Di sisi lain, bagi Meta yang selama ini lebih dikenal dengan keahlian di dunia software dan sosial media, ini adalah sinyal kuat bahwa mereka serius ingin bersaing di tataran produk fisik yang elegan dan terintegrasi. Persaingan antara Apple dan Meta, yang sudah memanas di arena headset VR/AR dengan Vision Pro melawan Quest, kini memasuki babak baru yang lebih personal dan mendasar: perang untuk merebut para jenius yang membentuk bagaimana kita berinteraksi dengan teknologi.
Studio Ambisius Meta dan Misi “AI sebagai Material Desain”
Studio baru yang akan dipimpin Alan Dye di Meta bukanlah tim biasa. Zuckerberg menyebutkan bahwa studio ini akan menjadi rumah bagi bakat-bakat papan atas. Selain Dye, studio ini juga akan diisi oleh mantan desainer Apple Billy Sorrentino, pemimpin desain antarmuka Meta Joshua To, tim desain industri yang dipimpin Pete Bristol, serta tim desain dan seni metaverse pimpinan Jason Rubin. Ini adalah upaya konsolidasi kekuatan desain terbaik Meta di bawah satu atap.
Pernyataan Zuckerberg tentang “memperlakukan kecerdasan sebagai material desain baru” patut dicermati. Ini menunjukkan pergeseran strategi. Bukan lagi sekadar menambahkan fitur AI ke dalam produk, tetapi membangun produk dari nol dengan premis bahwa AI yang melimpah dan manusiawi adalah bahan bakarnya. Pendekatan ini berpotensi melahirkan kategori produk baru yang belum terbayangkan, jauh melampaui headset Quest atau kacamata pintar Ray-Ban Meta yang sudah ada. Produk seperti iPhone Fold yang sedang dalam tahap uji coba dari Apple menunjukkan betapa inovasi bentuk faktor masih panas, dan Meta jelas ingin memiliki pemain utama di bidang itu.

Warisan Alan Dye di Apple sangatlah dalam, meski budaya kerahasiaan perusahaan membuatnya sulit dilacak secara individual. Dye diketahui terlibat dalam pengembangan platform besar dan perubahan desain penting, termasuk antarmuka visionOS untuk Vision Pro dan bahasa desain Liquid Glass yang baru. Kepergiannya terjadi di saat yang menarik, mengingat Apple sendiri sedang berjuang dengan tantangan desain pada produk high-end mereka, seperti yang pernah dilaporkan menyebabkan pemangkasan produksi headset Vision Pro. Di sisi lain, Apple segera menunjuk pengganti: Stephen Lemay, seorang desainer senior yang telah mengerjakan semua antarmuka perusahaan sejak 1999, menunjukkan bahwa pipeline desain mereka tetap kuat.
Baca Juga:
Persaingan yang Semakin Sengit dan Masa Depan Produk Konsumen
Alan Dye bukanlah desainer Apple pertama yang hijrah ke kompetitor. Evans Hankey, mantan kepala desain industri Apple, meninggalkan perusahaan pada 2022 untuk bekerja dengan Jony Ive dan kini membantu membangun perangkat keras mendatang untuk OpenAI. Pola ini menunjukkan bahwa talenta desain premium Apple sangat dihargai di pasar, terutama oleh perusahaan yang ingin meningkatkan kualitas dan estetika produk fisik mereka.
Rekrutmen Dye oleh Meta menjadi semakin menarik karena kedua perusahaan ini diprediksi akan semakin beradu langsung. Vision Pro Apple sudah menjadi pesaing high-end di pasar VR/AR yang dikuasai Meta Quest. Namun, pertarungan sesungguhnya mungkin belum dimulai. Apple dikabarkan sedang mengerjakan kacamata pintar (smart glasses) mereka sendiri, yang akan menempatkan mereka pada jalur tabrakan langsung dengan lini produk Ray-Ban Meta. Dengan Alan Dye yang memahami filosofi desain “Apple-like” yang sederhana, fungsional, dan premium, Meta berharap dapat menciptakan produk konsumen masa depan—seperti generasi berikutnya dari Meta Ray-Ban Display dan aksesori Neural Band—yang tidak hanya canggih secara teknologi, tetapi juga sangat didambakan secara desain.
Langkah strategis ini juga terjadi di tengah dinamika internal Apple lainnya, seperti keputusan produksi chip yang mungkin melibatkan Intel, menunjukkan periode transformasi yang kompleks bagi sang raksasa Cupertino. Perebutan Alan Dye oleh Meta lebih dari sekadar headline bisnis. Ini adalah pertanda bahwa pertempuran untuk mendefinisikan masa depan antarmuka manusia-komputer—di mana hardware, software, dan AI menyatu—tidak akan dimenangkan hanya oleh chip tercepat atau algoritma terpintar, tetapi oleh desain yang membuat semua teknologi itu terasa manusiawi, intuitif, dan mengundang untuk disentuh. Dan Meta baru saja merekrut salah satu ahli terbaik dunia untuk itu.

