Telset.id – Bayangkan menggunakan sesuatu setiap hari tanpa benar-benar memahami cara kerjanya. Itulah yang terjadi dengan baterai lithium-ion, sumber tenaga di balik smartphone, laptop, dan mobil listrik Anda. Selama puluhan tahun, para ilmuwan tahu mekanismenya, tetapi teka-teki mendasar tentang bagaimana tepatnya ia berfungsi tetap menjadi misteri yang membingungkan. Sampai sekarang.
Tim peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) baru saja memecahkan teka-teki tersebut. Dalam makalah ilmiah yang diterbitkan 2 Oktober, mereka mengungkap model yang akhirnya menjelaskan “nyawa” dari baterai lithium-ion. Penemuan ini bukan sekadar pengetahuan akademis—ia berpotensi membuka jalan bagi baterai yang lebih bertenaga dan mengisi daya lebih cepat, sesuatu yang didambakan setiap pemilik gadget.
Lalu, apa sebenarnya rahasia yang selama ini tersembunyi? Jawabannya terletak pada proses yang disebut coupled ion-electron transfer (CIET), atau transfer ion-elektron berpasangan. Proses inilah yang menjadi kunci utama kinerja baterai yang kita andalkan sehari-hari.
Dibalik Layar: Cara Baterai Lithium-Ion Bekerja
Untuk memahami terobosan ini, kita perlu menyelami dasar cara kerja baterai lithium-ion. Sistem ini beroperasi melalui mekanisme kimia yang disebut interkalasi. Secara sederhana, saat baterai digunakan (discharge), ion lithium yang larut dalam larutan elektrolit akan menyusup masuk ke dalam elektroda padat. Sebaliknya, ketika baterai diisi daya, ion-ion tersebut “keluar” dari elektroda dan kembali ke elektrolit. Kecepatan proses interkalasi inilah yang menentukan segalanya, mulai dari daya total baterai hingga kecepatan pengisiannya.
Selama ini, model yang diterima secara luas menyatakan bahwa interkalasi lithium didorong oleh seberapa cepat ion-ion tersebut dapat berdifusi antara elektrolit dan elektroda. Namun, ada masalah: data eksperimen nyata tidak pernah sepenuhnya cocok dengan prediksi model tersebut. Ketidakcocokan ini, seperti suara sumbang dalam orkestra yang sempurna, memberi petunjuk kepada para peneliti bahwa ada sesuatu yang hilang dari pemahaman kita. Ini mungkin juga menjelaskan mengapa insiden seperti kebakaran yang diduga disebabkan baterai lithium-ion bisa terjadi ketika mekanisme dasarnya tidak sepenuhnya dikendalikan.
Baca Juga:
Eksperimen Penentu: Mencari Jawaban di Antara 50 Kombinasi
Untuk memecahkan misteri ini, tim MIT tidak main-main. Mereka menyiapkan lebih dari 50 kombinasi berbeda antara elektrolit dan elektroda. Pendekatan komprehensif ini dimaksudkan untuk memberikan jawaban yang pasti. Hasilnya? Seperti diduga, ketidaksesuaian antara data aktual dan model lama tetap ada dan signifikan. Jalan buntu ini memaksa mereka untuk berpikir di luar kotak dan merumuskan beberapa penjelasan alternatif.
Dari berbagai kemungkinan, satu model akhirnya muncul sebagai pemenang. Model ini berangkat dari asumsi revolusioner: sebuah ion lithium hanya dapat memasuki elektroda jika ia bepergian bersama dengan seorang “teman”—yaitu, sebuah elektron dari larutan elektrolit. Inilah yang disebut coupled ion-electron transfer (CIET). Pasangan elektrokimia ini, ibarat tiket masuk berdua, ternyata mempermudah terjadinya interkalasi. Yang lebih mengejutkan, matematika di balik model CIET ternyata cocok dengan sempurna terhadap data eksperimen yang mereka kumpulkan.
Martin Bazant, salah satu penulis studi dan matematikawan di MIT, memberikan penjelasan gamblang. “Langkah elektrokimianya bukanlah penyisipan lithium, yang mungkin Anda pikir sebagai hal utama, melainkan transfer elektron untuk mereduksi material padat yang menjadi ‘tuan rumah’ bagi lithium,” ujarnya kepada MIT News. “Lithium diinterkalasi pada saat yang bersamaan ketika elektron ditransfer, dan mereka saling memfasilitasi satu sama lain.” Dengan kata lain, ion dan elektron adalah partner menari yang gerakannya saling mendukung, bukan dua penari yang bergerak sendiri-sendiri.
Dampak dan Masa Depan: Menuju Baterai yang Lebih Cepat dan Kuat
Penemuan mekanisme CIET ini bagaikan menemukan kunci yang tepat untuk membuka pintu yang sebelumnya hanya bisa didorong-dorong. Para peneliti yakin bahwa wawasan ini dapat “memandu perancangan baterai lithium-ion yang lebih bertenaga dan lebih cepat pengisiannya.” Dalam dunia yang semakin haus daya, di mana baterai solid-state untuk drone dan robot mulai diproduksi massal, pemahaman mendasar seperti ini sangat berharga.
Dan ada bonus tak terduga. Selama penelitian, tim secara tidak sengaja menemukan bahwa mengubah komposisi elektrolit ternyata memengaruhi laju interkalasi. Ini adalah petunjuk berharga lainnya. Investigasi lanjutan berdasarkan temuan ini berpotensi mengungkap cara-cara yang lebih efisien untuk menciptakan baterai yang lebih kuat dan lebih cepat. Bayangkan smartphone Anda terisi penuh dalam hitungan menit, atau laptop yang mampu bekerja seharian penuh tanpa colokan—impian yang kini selangkah lebih dekat menuju kenyataan.
“Apa yang kami harap dapat diwujudkan oleh pekerjaan ini adalah membuat reaksinya menjadi lebih cepat dan lebih terkendali, yang dapat mempercepat pengisian dan pengosongan,” tambah Bazant. Kontrol yang lebih baik atas proses fundamental ini juga dapat berkontribusi pada keamanan baterai, membantu mencegah kesalahan fatal yang membuat baterai laptop cepat bocor dan rusak.
Jadi, lain kali Anda mengisi daya smartphone atau menyetir mobil listrik, ingatlah bahwa di dalam perangkat tersebut terdapat tarian rumit antara ion dan elektron—sebuah tarian yang rahasianya akhirnya terungkap. Terobosan dari MIT ini bukanlah akhir, melainkan awal babak baru dalam revolusi penyimpanan energi, membawa kita lebih dekat ke masa depan di mana kekuatan dan kecepatan ada di genggaman tangan.