Telset.id – Di tengah perlombaan pengembangan kecerdasan buatan (AI), perusahaan rintisan Anthropic dikabarkan sedang merencanakan pendanaan dari Uni Emirat Arab (UAE) dan Qatar. Bocoran pesan internal CEO Dario Amodei mengungkap dilema etis di balik langkah strategis ini.
Dalam pesan Slack yang diperoleh WIRED, Amodei mengakui bahwa menerima investasi dari pemimpin Timur Tengah berpotensi memperkaya “para diktator”. “Ini adalah konsekuensi nyata dan saya tidak senang tentang hal ini,” tulisnya. “Sayangnya, prinsip ‘Tidak ada orang jahat yang boleh mendapat manfaat dari kesuksesan kita’ sulit dijalankan dalam bisnis.”
Langkah ini terjadi ketika perusahaan-perusahaan AI berebut mengamankan modal besar untuk melatih model AI mutakhir. Pada Januari lalu, OpenAI mengumumkan proyek pusat data senilai $500 miliar dengan dukungan finansial dari MGX, firma investasi milik pemerintah UAE.
Dilema Etis di Balik Pendanaan
Amodei menyadari keputusan ini akan memicu tuduhan hipokrisi. Dalam esainya berjudul “Machines of Loving Grace”, ia pernah menulis bahwa demokrasi perlu menetapkan syarat pengembangan AI untuk mencegah penyalahgunaan oleh rezim otoriter. Namun, realitas bisnis tampaknya memaksa kompromi.
“Ada modal sangat besar di Timur Tengah, mudah $100 miliar atau lebih,” tulis Amodei. “Jika ingin tetap berada di garis depan, kita mendapat manfaat besar dari akses ke modal ini. Tanpa itu, jauh lebih sulit bertahan.”
Baca Juga:
Anthropic dan Dinamika Geopolitik AI
Pada 2024, Anthropic sempat menolak pendanaan Arab Saudi dengan alasan keamanan nasional. Namun, ketika saham 8% milik FTX dilepas, mayoritas dibeli ATIC Third International Investment asal UAE senilai $500 juta.
Kini, Anthropic tampaknya bersiap menerima dana negara Teluk—meski belum jelas apakah kebijakan terhadap Arab Saudi berubah. Perusahaan berharap bisa membatasi investasi hanya sebagai penyertaan finansial, tanpa memberi kendali strategis kepada investor.
Seperti diungkap dalam peringatan sebelumnya tentang risiko spionase AI, Amodei khawatir investor bisa mendapatkan “soft power” melalui janji pendanaan masa depan.
Kompetisi dan Tekanan Bisnis
Amodei mengakui Anthropic berada dalam posisi sulit setelah gagal mencegah rival membangun pusat data besar di Timur Tengah. “Sayangnya, setelah gagal mencegah dinamika ini di tingkat kolektif, kami sekarang terjebak sebagai perusahaan individu,” tulisnya.
Ia merujuk pada rencana pusat data AI 5 gigawatt di UAE, yang membuat Anthropic berada dalam posisi kompetitif yang kurang menguntungkan. “Saya benar-benar berharap kami tidak berada dalam posisi ini, tapi inilah kenyataannya.”
Meski demikian, Anthropic tetap berkomitmen pada pengembangan AI yang bertanggung jawab, termasuk penerapan kebijakan penggunaan yang ketat.
Keputusan Anthropic mencerminkan dilema yang dihadapi banyak perusahaan teknologi: bagaimana tetap kompetitif di pasar global sambil mempertahankan nilai-nilai etis. Seperti investasi Qatar di BlackBerry, aliran modal dari Timur Tengah terus mengubah lanskap teknologi dunia.
Amodei menutup pesannya dengan nada realistis: “Seperti banyak keputusan, ini memiliki kekurangan, tapi kami percaya ini pilihan terbaik secara keseluruhan.” Kata-kata yang mungkin mewakili zeitgeist era AI—di mana kemajuan teknologi dan pertimbangan etis terus bertarung dalam ketegangan yang tak terhindarkan.