Telset.id – Bayangkan Anda seorang insinyur AI di OpenAI. Suatu hari, Meta menawarkan bonus penandatanganan senilai $100 juta (Rp1,5 triliun). Apa yang akan Anda lakukan? Inilah dilema nyata yang dihadapi karyawan OpenAI saat Mark Zuckerberg secara agresif merekrut talenta terbaik di industri.
Perang dingin talenta AI ini memanas setelah bocoran memo internal dari Mark Chen, Chief Research Officer OpenAI, mengungkapkan kekhawatiran serius. “Saya merasakan sensasi seolah rumah kami dibobol dan barang berharga dicuri,” tulis Chen dalam memo yang diperoleh WIRED. Pernyataan ini bukan metafora belaka—Meta dilaporkan telah menyasar karyawan kunci OpenAI, Google, dan Anthropic dengan paket kompensasi fantastis.
Strategi Meta: Senjata Bonus Mega Besar
Langkah Meta ini bagian dari strategi besar untuk memimpin persaingan AI. Investasi terbaru mereka di Scale AI dan upaya merekrut talenta dari pesaing menunjukkan ambisi yang jelas. Namun, yang mengejutkan adalah besaran insentif—beberapa insinyur senior ditawari bonus penandatanganan melebihi $100 juta, angka yang belum pernah terjadi di industri teknologi.
OpenAI sendiri mengakui perlu mengevaluasi ulang kompensasi karyawan. “Kami sedang mengkaji ulang struktur kompensasi dan mencari cara kreatif untuk menghargai talenta terbaik,” lanjut Chen dalam memo tersebut. Pengakuan ini mengindikasikan bahwa OpenAI mungkin selama ini “kurang memperlakukan” karyawannya dengan layak.
Baca Juga:
Masalah Internal OpenAI: Beban Kerja dan Pergeseran Visi
Laporan dari dalam OpenAI mengungkap kondisi kerja yang ekstrem—beberapa tim bekerja hingga 80 jam per minggu, menyebabkan kelelahan dan burnout. Selain itu, transisi OpenAI dari laboratorium penelitian menjadi entitas komersial menimbulkan ketidaknyamanan bagi banyak peneliti yang merasa visi awal perusahaan telah bergeser.
Chen berusaha menenangkan karyawan dengan menyebut tawaran Meta sebagai “side quest” dan menekankan bahwa pekerjaan di OpenAI adalah “masalah utama”. Namun, pesan ini mungkin sulit didengar ketika tawaran ratusan juta dolar menggoda di depan mata.
Menariknya, ini bukan pertama kalinya OpenAI menghadapi gejolak internal. Seperti dilaporkan sebelumnya, studi terbaru menunjukkan ketegangan seputar pelatihan model AI mereka, sementara konflik hak cipta terus membayangi perkembangan perusahaan.
Pertanyaannya sekarang: bisakah OpenAI mempertahankan talenta terbaiknya di tengah gempuran tawaran menggiurkan dari Meta? Atau apakah ini awal dari migrasi besar-besaran yang akan mengubah peta kekuatan di industri AI?