Telset.id – Dalam langkah berani yang bisa mengubah peta energi global, Presiden Donald Trump menandatangani serangkaian perintah eksekutif untuk mempercepat pengembangan energi nuklir di Amerika Serikat. Kebijakan ini tak hanya ditujukan untuk menyaingi dominasi China di sektor nuklir, tetapi juga memenuhi kebutuhan energi pusat data AI yang meledak.
Dijuluki sebagai “reformasi total dan menyeluruh” oleh pejabat Gedung Putih, perintah ini memaksa Komisi Regulasi Nuklir (NRC) yang berusia 50 tahun untuk memproses izin reaktor dalam waktu hanya 18 bulan. Target ambisiusnya? Meningkatkan kapasitas energi nuklir AS dari 100 GW saat ini menjadi 400 GW pada 2050.
“Kita berbicara tentang reaktor kecil canggih, tapi juga pembangkit besar—yang sangat, sangat besar,” tegas Trump dalam pengumumannya. Pernyataan ini sekaligus menegaskan komitmen AS untuk mempertahankan kepemimpinan teknologi di tengah persaingan ketat dengan China yang telah membangun 10 reaktor baru.
Revolusi Regulasi dan Kebangkitan Nuklir
Industri nuklir AS yang sempat terpuruk akibat kompetisi gas murah dan biaya tinggi kini mendapatkan angin segar. Saham perusahaan nuklir langsung meroket setelah pengumuman ini, menandakan kembalinya kepercayaan investor.
Joe Dominguez, CEO Constellation—operator pembangkit nuklir terbesar di AS—mengeluhkan lambatnya proses regulasi selama ini. “Kita terlalu banyak membuang waktu untuk perizinan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan sepele,” ujarnya. Perusahaan ini bahkan berencana menghidupkan kembali reaktor Unit 1 di Three Mile Island pada 2028, lokasi yang sempat mengalami kecelakaan sebagian pada 1979.
Nuklir untuk Era AI dan Pertahanan
Yang menarik, kebangkitan nuklir kali ini tidak didorong oleh utilitas tradisional, melainkan oleh kebutuhan energi pusat data AI. Microsoft disebut-sebut menjadi pendukung utama proyek restart Three Mile Island, sementara raksasa teknologi seperti Alphabet dan Amazon berinvestasi besar-besaran pada reaktor kecil canggih.
Perintah eksekutif ini juga membuka jalur baru bagi Departemen Energi dan Pertahanan untuk membangun reaktor di lahan federal tanpa melalui NRC. “Ini memungkinkan energi nuklir yang aman dan andal untuk mengoperasikan fasilitas pertahanan kritis dan pusat data AI,” jelas seorang pejabat Gedung Putih.
Baca Juga:
Tantangan dan Kontroversi
Meski menjanjikan, jalan menuju rencana ambisius ini tidak mulus. Proyek nuklir terkenal dengan biaya melambung dan keterlambatan, seperti dua reaktor di Plant Vogtle, Georgia yang menghabiskan $18 miliar lebih dari anggaran dan terlambat tujuh tahun.
Sementara itu, Trump juga berusaha menghidupkan kembali industri batubara dengan mempromosikannya sebagai sumber energi cadangan untuk pusat data AI—kebijakan yang dinilai bertolak belakang dengan komitmen nuklirnya. Pejabat Gedung Putih mengakui NRC akan mengalami “pergantian dan perubahan peran” dalam reorganisasi besar-besaran ini.
Dengan China yang terus memperluas dominasinya di sektor nuklir dan permintaan energi AI yang meledak, langkah AS ini akan menentukan masa depan energi bersih dan keamanan nasional di dekade mendatang. Pertanyaannya: bisakah birokrasi dan industri bergerak cukup cepat untuk mewujudkan visi ini?