Telset.id, Jakarta – CEO Microsoft, Satya Nadella, angkat suara terkait polemik kontrak perusahaan dengan Pentagon untuk memasok headset AR (Augmented Reality). Ia sekaligus menanggapi sikap mayoritas karyawan Microsoft yang mengkritisi megakontrak tersebut.
Nadella menyatakan, dalam mendapatkan kontrak strategis dengan Pentagon, Microsoft mengalahkan sang pesaing melalui lelang pengadaan perangkat AR untuk Kementerian Pertahanan Amerika Serikat pada November 2018. Ia ingin para pegawai mengetahuinya.
Selanjutnya, ia menegaskan bahwa Microsoft telah membuat keputusan tidak akan menyimpan teknologi bagi perusahaan.
Selain itu, perusahaan juga tidak akan menghalangi institusi mitra untuk dapat memanfaatkannya guna menjaga keamanan dari kebebasan masyarakat Amerika Serikat.
Seperti dikutip Telset.id dari CNN, Selasa (26/2/2019), Nadella juga menyebut bahwa Microsoft sangat terbuka dan transparan terkait keputusan tersebut. Ia menambahkan, perusahaan akan terus berdiskusi dengan para karyawan mengenai proyek strategis lain.
Sebelumnya diberitakan, ratusan karyawan Microsoft protes dengan menandatangani surat protes terkait kontrak senilai USD 480 juta dengan Angkatan Darat Amerika Serikat. Microsoft dan militer Paman Sam memang akan membuat perangkat khusus berupa headset AR.
{Baca juga: Karyawan Microsoft Protes Proyek Headset AR untuk Militer AS}
Microsoft telah menerima kontrak dari Angkatan Darat Amerika Serikat untuk memasok headset AR yang akan digunakan di medan perang. Menurut ketentuan dalam kesepakatan, headset akan menempatkan gambar holografik ke bidang visi pemakainya.
“Kami adalah koalisi global pekerja Microsoft. Kami menolak perusahaan menciptakan teknologi untuk kepentingan perang dan penindasan,” demikian isi surat protes para karyawan. Surat protes juga dipublikasikan di papan pesan internal perusahaan.
Bahkan, surat diedarkan melalui email ke seluruh karyawan. Kabarnya, lebih dari 100 karyawan Microsoft telah membubuhkan nama dan tanda tangan di surat tersebut. Sekadar informasi, sekarang Microsoft mempekerjakan hampir 135 ribu orang.
Surat protes karyawan ditujukan kepada CEO Microsoft, Satya Nadella, serta Presiden dan Chief Legal Officer, Brad Smith. Para karyawan turut memprotes pembuatan HoloLens untuk digunakan dalam pelatihan militer AS.
Microsoft sendiri baru saja resmi memperkenalkan HoloLens 2. Ada dua hal yang dijanjikan perusahaan dari generasi terbaru perangkat Mixed Reality buatannya itu, lebih nyaman dan mudah digunakan serta memiliki visualisasi lebih baik.
Menurut laporan Engadget, HoloLens 2 dibanderol dengan harga USD 3.500 atau sekitar Rp 49 jutaan. Ketika menggunakan headset ini, pengguna akan melihat gabungan antara dunia nyata dengan gambar virtual.
Sebagai contoh, ketika sedang memperbaiki sesuatu, pengguna bisa melihat cara untuk memperbaikinya. Atau, pengguna bisa melihat panah penunjuk arah ketika sedang berjalan.
{Baca juga: Keukeh, Microsoft Tetap Sasar Militer untuk HoloLens 2}
Microsoft adalah perintis teknologi Augmented Reality ketika memperkenalkan HoloLens pertama pada 2015 silam. Ketika itu, mereka membandrolnya USD 5.000 atau Rp 70 jutaan.
Harga yang ditawarkan HoloLens ini terhitung sangat mahal jika dibandingkan dengan headset Virtual Reality buatan para pesaing. [SN/HBS]
Sumber: CNN